Situasi Terkini Ketenagakerjaan di Indonesia: Semakin Buruk

Kondisi perburuhan di Indonesia saat ini membuat buruh resah. Utamanya pasca kenaikan harga minyak goreng. Kenaikan ini sangat terasa imbasnya, karena secara umum kenaikan upah di Indonesia hanya 1,09%. Kenaikan upah tidak bisa menutup inflansi. Indikasi umumnya adalah, banyak buruh terjerat pinjol. Untuk kebutuhan pokok, mereka harus meminjam.

Demikian disampaikan  Hepi Nur Widiatmoko (Serbuk) dalam diskusi dan update tentang situasi terkini ketenagakerjaan di Indonesia. Kegiatan ini merupakan salah satu sesi dari rangkaian PCM Meeting 2022: Review dan Planning Serikat Pekerja Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia yang diselenggarakan di Bogor tanggal 18-19 April 2022.

“Buruh sudah melakukan aksi untuk memprotes kenaikan harga. Termasuk merespon situasi yang dihadapi ketika harga-harga terus naik, misalnya PHK. Harus diakui, PHK masih sering terjadi. Beberapa contoh, di basis Serbuk, ada 3 basis yang di PHK. Situasinya menjadi sangat sulit untuk di advokasi, karena pengusaha punya pegangan, yaitu PP 35/2021. Dengan PP 35, dia bisa memberi pesangon hanya 0,5 kali ketentuan,” katanya.

Situasi tersebut membuat gerakan buruh menjadi sangat dilematis. Banyak perusahaan memanfaatkan situasi pandemi untuk melakukan PHK. Ini dipermudah dengan lahirnya omnibus law. Undang-undang itu dimanfaatkan untuk mengubah status buruh menjadi karyawan kontrak atau outsourcing. Hubungan kerjanya menjadi sangat fleksibel.

Menurut Hepy, berkaitan dengan sikap politik pekerja, dalam konteks terlibat atau mempengaruhi pembuatan peraturan perundang-undangan. Teman-teman merasa perlu untuk terlibat di dalam politik atau membangun kembali Partai Buruh. Ini adalah upaya agar gerakan buruh terlibat dalam pembuatan kebijakan. Meski tantangannya juga tidak mudah.

Hal senada juga disampaikan oleh Slamet Riyadi, Sekretaris Umum SPEE-FSPMI. Menurutnya, selama ini, perjuangan buruh fokus pada kepastian upah, pekerjaan, dan jaminan sosial. Tetapi sayangnya, semakin ke sini, kondisi upah, pekerjaan, dan jaminan sosial tidak menjadi lebih baik.

“Perjuangan upah mencapai titik tertinggi di tahun 2012-2013. Di mana pada saat itu kenaikan upah minimum bisa mencapai 30%. Bahkan, Presiden SBY mengatakan selamat tinggal upah murah di Indonesia. Itu disampaikan dalam G20. Di sana disampaikan, upah murah bukan lagi menjadi iming-iming untuk menarik investor untuk masuk ke Indonesia,” kata Slamet.

“Setelah pergantian rezim, lahir PP 78/2015. Kalau tadinya pemerintah mengatakan selamat tinggal upah murah, sekarang menjadi selamat datang upah murah. Kondisi ini menyadarkan kita, kebijakan upah murah tergantung pada siapa yang memimpin. Partai mana yang menang. Kalau kebijakan negara tergantung siapa yang memimpin, setiap ada perubahan pemimpin, kebijakan negara juga akan berubah. Sehingga situasi perburuhan tidak akan stabil,” lanjutnya.

Setelah PP 78/2015, lahir UU 11/2020. Dengan regulasi ini, semua kesejahteraan buruh turun. Tidak ada lagi kepastian kerja. Kontrak kerja dan outsourcing semakin fleksibel. Upah semakin turun. Dengan adanya rumusan upah sudah ditentukan, bahkan upah minimum sektoral tidak ada lagi. Praktis, sejak lahirnya UU 11/2020, praktis upah murah sudah nyata. Banyak daerah yang tidak mengalami kenaikan. Padahal kebutuhan pokok kenaikannya cukup drastis.

Apa yang disampaikan Slamet dibenarkan oleh Rita Olivia Tambunan, Consultant dari FNV Mondiaal, yang secara spesifik menguliti isi omnibus law. Menurutnya, omnibus law sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2019. Saat itu yang dibicarakan adalah terkait dengan revisi ketenagakerjaan. Beberapa hal yang disoroti adalah terkait dengan produktivitas, menurunnya angka investasi langsung, kemudian desentralisasi.

Di tahun 2021, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan, setidaknya ada 4 alasan mengapa omnibus law akhirnya dibuat. Mengatasi obesitas regulasi, jumlah pengangguran mencapai 7 juta orang, tingkat kompetisi bisnis yang rendah, dan mendorong transformasi terhadap kurang lebih 64.2 juta unit UMKM informal menjadi formal.

“Jika kita perhatikan, tujuan dari dibentuknya omnibus law sangat baik. Kita setuju jika persoalan-persoalan di atas diselesaikan. Tetapi masalahnya, omnibus law justru tidak menjawab hal tersebut,” kata Rita.

Menurut Rita, dalam kaitan dengan itu, setidaknya ada 3 dampak yang ditimbulkan oleh omnibus law. Pertama, adanya dikotomi yang keras untuk mendapat kerja dan hak dalam pekerjaan. Ini masalah yang besar. Dalam HAM, hak untuk mendapat kerja dan hak dalam pekerjaan tidak bisa dibenturin. Tetapi dalam omnibus law justru dibentukan. Akhirnya orang bersaing satu dengan yang lain.

Kedua, omnibus law menciptakan formalisasi UMKM dengan status buruh. Dalam hal ini, pengakuan status UMKM tidak berbanding lurus dengan pengakuan hak atas buruh yang bekerja di sektor UMKM. Kemudian, kemudahan pembentukan UMKM dan sejumlah fasilitas yang diberikan (one-stop-service, Pph, dll), adanya pengecualian hak perburuhan bagi buruh UMKM, dan coverage penerima manfaat jaminan sosial nasional, seperti BPJS TK, BPJS Keseharan, dan JKP.

Ketiga, kerentanan hak kebebasan berserikat dan berunding secara kolektik. Ini memang tidak disebut langsung. Tetapi yang muncul pertama, lokalisasi buruh di tingat perusahaan. Kalau mendirikan serikat buruh, juga harus didirikan di tingkat perusahaan, di mana kita bekerja. Dampak tidak langsungnya adalah, omnibus law sedikit demi sedikit mendegradasi serikat buruh untuk berunding.

“Namun demikian, ada sejumlah kesempatan yang bisa kita optimalkan agar nasib buruh tidak semakin terpuruk,” Rita memberikan harapan.

Misalnya, yang harus dilakukan dengan serial reformasi transformative, dengan merevitalisasi kekuatan SB perlu menjadi prioritas, yakni pengorganisasian. Kemudian. perluasan ruang negosiasi menggunakan sejumlah diskursus baru, seperti multi-Stakeholder Partnership, B&HR.

“Selain itu, terlibat aktif mengubah paradigma legal-formal eksistensi serikat buruh dan perluasan konsolidasi baik melalui lintas-sektor mau pun konsolidasi pakta sosial dengan menemukan sejumlah usulan- usulan populer. Misalnya, isu perempuan dalam state feminism, Flexicurity, hingga just transition,” pungkasnya.

Pertemuan ini sesi ini ditutup dengan membawa beberapa rekomendasi kegiatan dan aksi guna menguatkan posisi serikat di sektor ketenagalistrikan terkait isu-isu yang muncul. Termasuk tindak lanjut serikat terkait RUU Revisi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk kepentingan UU Cipta Kerja No 11/2020 dan rencana revisi UU No 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

The Statement of the SP PLN Group toward the Constitutional Court Ruling on Job Creation Law

On today (06/12/2021) join press conference via zoom, PLN Group Trade Union (SP PLN Group) that consist of The Trade Union of State Electricity Enterprises (SP PLN), the Indonesia Power Employee Association (PPIP), and The Trade Union of Java-Bali Power Plant (SP PJB) express the disappointment on the government behavior to keep implementing the Law number 11 year 2020 on Job Creation along with its implementing regulations.

As we all know that on November 25, 2021, the Constitutional Court has ruled the judicial review appeal for the Law Number 11 year 2020 on Job Creation filed by trade unions, including SP PLN Group.

Responding to the ruling, SP PLN Group stated its position as follow:

  1. Appreciating and respecting the Constitutional Court ruling stating that the making of Job Creation Law is un-constitutional although conditionally.
  2. Disappointed by the Government as they keep stating that the Job Creation Law and its implementing regulation still into effect for two years.
  3. Requesting all parties to understand and implement all point of the Constitutional Court Ruling for the decision number 91/PUU-XVIII/2020 related to Law Number 11 Year 2020 on Job Creation.
  4. Referring to the ruling point Number 7 of the decision Number 91/PUU-XVIII/2020 urge the Government and Judicial Institutions to not implement the government decree as the implementing regulation for the Job Creation Law which are strategic and invasive or having a broad impact.
  5. Especially for the manpower cluster and sub-cluster electricity, where the appeal of SP PLN Group considered as lost its object, so by this affirmed that the Job Creation Law, especially manpower cluster and sub-cluster electricity is not into effect and postpone its implementation for two years.
  6. SP PLN Group will keep trying to do follow up action to revoke the Job Creation law permanently and will take any necessary legal action, should there any parties keep implementing the Job Creation Law and its implementing regulation before being amended.

Prepared by:

  1. Muhammad Abrar Ali, the General Chairperson of DPP SP PLN Persero (HP: 0811-6562-973)
  2. Dwi Hantoro, the General Chairperson of PP IP (HP: 0812-8643-9018)
  3. Agus Wibawa, the General Chairperson of SP PJB (HP: 0896 8750 0690)

Energy Unions Rally that Job Creations Law need to be called off

The action from thousands of workers this time was a historical action. Not only it coincide with the verdict reading of the judicial review of the Job Creation Law, but also the attendance of workers as members of   SP PLN Group that consist of  Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (SP PLN), Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP), and Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB).

Allied in the National Prosperity Movement (Gerakan Kesejahteraan Nasional -GEKANAS), SP PLN Group is in the forefront in voicing the rejection for electricity privatization that will give a bad impact to workers and the people. This is also emphasizing that not only the manpower cluster is problematic but also other cluster, sub-cluster electricity is one among many that is also problematic. 

Electricity is public needs. Basic needs for the people should be controlled by the state and being used for the greater goods. That is why when the job creation law  opened up a chance for privatization, the union should fight to reject it.

These are the statement of SP PLN Chairperson M Abrar Ali when he did the oration in the action on Thursday (25/11).

“Today we take off our white and blue collar. We are the same. Because trade union task is not only protecting workers and members interest. But more than that, protecting the interest of the state and nation,” stated Abrar.

It is a state task to protect Indonesian people and its land. Making the people intelligent and advancing general public prosperity. That is why we gather today. From Aceh to Papua praying for us who are attending today’s rally. Praying for the Constitutional judges so Law Number 11 year 2020 being revoked,” he stated firmly.

During the rally, workers spreading banners with the following messages: “Because of Job Creation Law, Electricity being Privatized”. “Reject State Electricity Privatization Regardless of the Reasons. Don’t Make People’s Life Miserable”. “Stop Privatization of State Electricity. Privatization of State Electricity is Against State Constitution UUD 1945. Harming the Country and Make People Poorer”.

Meanwhile, there are some important issues within in the verdict of the Constitutional Court number 91/PUU-XVIII/2020. Firstly, stated that the creation of Job Creation Law is in against the state constitution UUD 1945 and doesn’t have a legal binding conditionally as long not interpreted as “not being repaired within the two years period since the verdict were read”.

Secondly, stated that the Job Creation Law still be in force up till an amendment on the making process within the time frame provided by the verdict.

Thirdly, ordered to the law maker to amend it for no longer than two years since the verdict being read and should there no amendment during that period, the law will be permanently un-constitutional.

Fourthly, stated that should the law maker not completed the amendment process of the law, the law or the provisions or the content regulated by the revoked law  or amended by the Job Creation Law considered to be reinforced.

Fifthly, stated for put off all strategic actions/policy with a greater impact, also it is not allowed to issue new implementing regulation related to Job Creation Law.

Reacting to the ruling, the General Secretary of PPIP Andy Wijaya having an analogy, the Constitutional Court stated “the Job Creation Law is like a dangerous car, that is why it should be destroyed if within two years not being repaired”.

These are the things used by the government to legitimizing (their action) by saying, we agree that should the car hasn’t been repaired within two years then it will be destroyed. But while under repairing, the car still run and can be functioned.

The logic is that if something is dangerous, before it’s repaired, it shouldn’t be utilized. That is why the next step is to file a citizen lawsuit to the government if within two years the Job Creation Law and its implementing regulation still being enacted.

“We will sue the Minister who implement or enforce the implementing regulation and the job creation law within two years with the accusation of the act against the law. If necessary we will also drag the President as he let the minister to execute the Job Creation Law and its implementing regulation,” he stated firmly.

Gekanas Presidium Indra Munaswar stated that to avoid bigger impact on the enforcement of the law Number 11/2020 within the two years period, the Court is also stated that the enforcement of the law with a strategic nature and have a greater impact to be call off first, including the ban of issuing new implementing regulation and also it’s not allowed for the state apparatus to take a strategic policy that has a greater impact by using Law Number 11/2020 as the legal standing that formally has been ruled as conditionally un-constitutional.

Quoted from Indra, the phrase “it’s not allowed to make new implementing regulation” having two meanings.

Firstly: the phrase can be interpreted, since the law proofed to be un-constitutional (conditionally), so there shouldn’t be any new implementing regulation created based on the mandate from the Job Creation Law. By that then the implementing regulation that just issued based on the mandate from the Job Creation Law automatically nullified.

Secondly: the phrase can be interpreted that since the time when the Constitutional Court ruling being announced or stated (by the judges) then it is not allowed to issue or create new implementing regulation. While the one that already exist are still valid.  

To understand the Constitutional Court ruling stating to postpone all strategic measures/policy and has a wide impact also it’s not allowed to issue new implementing regulation related to Job Creation Law, we should see the considerations taken by the court as stated in point 3.20.5 page 414 stated as follows: To avoid bigger impact for the enforcement of Law number 11/2020, for the period of two years the court stated that the enforcement of Law Number 11/2020 related to the strategic things and having a wider impact to be called off first, including that it’s not allowed to create new implementing regulation also it’s not allowed for the state administrator to take a strategic policy that will impacted greatly by using the norm or provision under the law number 11/2020 that formally has been ruled as conditionally un-constitutional

With this, it’s clear that the court doesn’t want the enforcement of Law Number 11/2020 for the next two years that will cause a greater impact. So, to avoid the problem, the court firmly stated that the enforcement of the law related to the strategic and causing a wider impact things should be call off first.

The question is: What does the court meaning when they ruled on the strategic and wider impact things? For workers, the meaning behind the strategic and wider impact things is all regulations related to wages, contract workers, outsourcing, severance, termination, foreign workers, and all regulations related to workday and leave. Including the provisions in the sub-cluster electricity that enabled electricity to be privatized.

That is why, based on the constitutional court legal considerations as stated in point number 3.20.5 and the verdict point 7th, workers demand that all employment regulations such as Government Regulation (PP) Number 34 year 2021 on The use of Foreign Workers, PP No. 35 Year 2021 on the Definite Period of Employment Relation (contract workers), Outsourcing, Work Hour and Break Time, and Employment Termination, PP No 36 Year 2021 on Wages, PP No 37 Year 2021 on The Enforcement of Job Lost Security, and PP No 25 Year 2021 on the Enforcement of Energy, and Mineral Resources should be called off on their implementation.

Not only the employment cluster and the sub-cluster electricity as mentioned above, other clusters are also need to be called off.

Energi Hijau dan Terbarukan: Antara Kepentingan Pekerja, Keberlangsungan Perusahaan, dan Harga Listrik yang Terjangkau untuk Rakyat

Ketika berbicara mengenai energi hijau pasti akan persinggungan dengan privatisasi. Ketika privatisasi terjadi, kepemilikan perusahaan akan bergeser. Harga energi pun menjadi semakin mahal. Itulah sebabnya, banyak kebijakan yang harus dikritisi dan dilihat lagi oleh serikat pekerja, di mana isu perburuhan harus menjadi prioritas. Demikian disampaikan Sub-Regional Secretary Asia Tenggara Ian Mariano dalam pengantar forum energi hijau dan terbarukan yang diselenggarakan di Bali, 13 Oktober 2021.

Lebih lanjut Ian menegaskan, forum ini akan mempertimbangkan perkembangan baru ini di Indonesia dan negara berkembang, serta berusaha mempengaruhi arah energi terbarukan di masing-masing negara.

“Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat penting dalam transisi berkeadilan dalam hal energi terbarukan,” ujarnya.

“Masa depan energi di Indonesia harus dilihat dan diletakkan dalam perubahan konstitusi di Indonesia. Intinya, layanan publik harus dikendalikan dan dimiliki oleh publik,” dia menegaskan.

Hal senada juga disampaikan SASK Coordinator Representative untuk wilayah Asia Tenggara, Farizan Fajar. “Dari persepsi SASK, kami menganggap isu ini sangat sentral yang perlu diangkat. Sejalan dengan strategi SASK, transisi berkeadilan merupakan satu dari tiga isu prioritas selain gender equality dan feature of work,” ujar Farizan melalui Zoom.

Lebih lanjut Farizan menyampaikan, input dan hasil diskusi tidak hanya bermanfaat sebagai pemetaan awal yang terkait dengan negara tempat SASK melakukan kerjasama, namun juga bagian dari serikat pekerja untuk mengangkat isu penting ini ke permukaan.

Perjuangan SP PLN Group: Historis, Yuridis, dan Solidaritas

Saat memberikan pesan utama terkait  kebijakan dan posisi serikat pekerja terhadap masa depan energi untuk publik, Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali menyampaikan tiga pendekatan, yakni hostoris, yuridis, dan solidaritas.

Menurut Abrar, SP PLN mewarisi sebuah sektor yang sangat strategis bagi bangsa dan negara, yaitu sektor ketenagalistrikan.

“Dulu kita merebut perusahaan listrik dari Belanda untuk kemudian diserahkan ke Indonesia, agar bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Mengapa hal ini kita lakukan? Sebab, dulu listrik hanya dinimati orang-orang kaya,” ujarnya.

Secara yuridis atau hukum, serikat pekerja diamanahi oleh konstitusi, yakni Pasal 33 UUD 1945. Disebutkan di sana, bahwa cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Disampaikan Abrar, di sini, peran dari serikat pekerja tidak hanya bagaimana meningkatkan kesejahteraan anggota dengan memperjuangkan, membela, dan melindungi hak dan kepenitngan anggota; tetapi juga menjaga kepentingan bangsa dan negara.

“Bagi SP PLN Group, menjaga kepentingan bangsa dan negara bukan sekedar slogan. Ini pernah kita lakukan, dengan memenangkan upaya privatiasi melalui judicial review UU UU 20/2002 yang kemudian dibatalkan pada tahun 2004. Kemudian lahir UU 30/2009, yang juga kita uji di Mahkamah Konstitusi. Memang tidak dibatalkan, tetapi kemudian ditetapkan bersyarat,” tegasnya.

Sedangkan dari sisi solidaritas, lanjutnya, saat ini kita mulai membangun solidaritas dan komunikasi yang intens, baik sesama perusahaan di PLN Group maupun dengan elemen yang lain.

Ke depan, di samping menkonsolidasikan internal, kita juga menyusun arah perjuangan kita. Saat ini adalah generasi yang beda dengan mereka yang dulu melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, kita harus memberikan pemahaman yang lebih ekstra terhadap generasi yang sekarang tentang pentingnya melawan privatisasi. Salah satu yang diwacanakan tetapi belum terjadi adalah membuat buku putih perjuangan SP PLN.

Temuan Kunci Hasil Riset

Masih dalam forum energi hijau dan terbarukan, Diana Gultom dan Suriadi Darmoko dari DebtWatch Indonesia memaparkan hasil riset tentang Negara dan Masa Depan Energi bagi Publik, Energi Terbarukan, dan Transisi yang Adil.

Dalam riset yang dilakukan pada bulan Oktober dan berakhir November 2020 ini berfokus dalam tiga hal. Energi energi baru terbarukan, dekarbonisasi, dan potensi kerjasama antara serikat pekerja dengan LSM lingkungan.

Ada beberapa temuan kunci yang dihasilkan dalam riset ini. Untuk energi terbarukan, ternyata kita menemukan ada ketergantungan terhadap energi fosil. Selain itu, mengenai peran negara terkait eneri terbarukan, lalu bagaimana ada distribusi yang adil, dan peran swasta dalam energi baru terbarukan.

Terkait dengan dekarbonisasi, temuan kuncinya adalah adanya dekarbonisasi yang semu (misleading decarbonization), lalu bagaimana implementasi agenda energi terbarukan, dan bagaimana skenario agenda dekarbonisasi.

Sementara temuan kunci terkait dengan serikat pekerja sektor ketenagalistrikan dan jejaringnya adalah terkait dengan bagaimana kekuatan pengalaman serikat pekerja dan peran LSM yang bergerak di sektor ketenagalistrikan.

Disampaikan, potensi energi terbarukan di Indonesia, yang terbesar adalah energi surya, yakni 207.898 MW atau 46,9%. Kemudian ada air sebesar 75.091 MW atau 16.9%, angin sebesar 60.647 MW atau 13.7%, bioenergi sebesar 32.654 MW atau 7,4%, panas bumi sebesar 29,544 MW  atau 6,7%, laut sebesar 17.989 MW atau 4,1%, Mini dan Mikro Hidro sebesar 4,4%

“Kalau kita melihat realisasi dari energi terbarukan di Indonesia, potensinya adalah 443.208 MW. Sampai pertengahan tahun 2020 kemarin, realisasi penggunaannya adalah 10.426 MW. Target di tahun 2025 adalah 45.153,2 MW dan tahun 2050 adalah 167.646 MW,” kata Suriadi yang memparkan hasil penelitiannya bergantian dengan Diana.

Penelitian ini juga menguak tentang dekarbonisasi yang semu. “Kalau kita lihat, target tahun 2025 ketersediaan listrik adalah 115 GW. Di tahun 2050 menjadi 430 GW. Ini kebijakan energi nasional yang tidak berubah sampai sekarang. Tetapi kalau kita melihat agenda dekarbonisasi, kalau tidak beralih sumber energinya, maka harusnya baurannya dinaikkan. Tetapi ketika kita lihat data pemerintah, trend penggunaan batubaranya justru terus meningkat. Bahkan energi bari terbarukan prosentasenya terus menurun, sebaliknya trend penggunaan baturabara jauh melampui penggunaan energi terbarukan,” jelas Diana.

Untuk mendorong semua itu, Diana menyampaikan, ada beberapa LSM lingkungan yang bisa kita ajak berkolaborasi. Mereka cukup aktif, baik dalam level kampannye atau membuat analisanya. Beberapa di antaranya adalah Institute for Essential Services Reform (IESR), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Greenpeace, Koaksi Indonesia, Koalisi Bersihkan Indonesia.

Dalam hal Energi Baru Terbarukan, rekomendasinya adalah; roadmap PLN untuk Energi Terbarukan dibangun bersama antara Pemerintah dan SP (termasuk skema perburuhan yang terkait langsung dengan keahlian dan teknologinya). Hal ini juga seharusnya mendorong fungsi PLN sebagai tangan Negara dalam memenuhi kebutuhan listrik warga negaranya. Political will pemerintah untuk mengembalikan fungsi PKUK PLN sebagaimana mandat Pasal 33 UUD 1945.

Sedangkan rekomendasi untuk dekarbonisasi, perlu ada political will yang kuat dari pemerintah untuk menurunkan penggunaan batu bara baik untuk keperluan ekspor maupun konsumsi dalam negeri. Mendorong PLN untuk memprioritaskan sumber listrik berbasis non fosil, mendorong swasta- terutama skala kecil dan berbasis lokal- untuk berpartisipasi membangun energi terbarukan, serta tidak mengeluarkan izin baru untuk pertambangan batu bara. Menghitung tren kelebihan pasokan (trend over supply) dan tren konsumsi yang menurun karena efisiensi alat listrik, sehingga perencanaan bisa lebih fokus kepada pemenuhan energi pada Energi Terbarukan dan tidak lagi membangun PLTU baru.

Sedangkan rekomendasi untuk Serikat Pekerja Ketenagalistrikan, perlu membuat RUEN tandingan yang sungguh-sungguh memperhatikan roadmap meningkatnya penggunaan energi terbarukan.

Namun demikian, yang terpenting dari itu semua adalah, bagaimana kita mendorong agar negara memberikan perlindungan kita sendiri terhadap keamanan kerja kita. Termasuk keamanan usaha, karena dari awal kita menyatakan sebagai pengawal konstitusi. Jangan sampai mengubah kepemilikan usaha. Apakah kepemilikan itu masih menjadi usaha publik, milik PLN atau kemudian berubah menjadi milik swasta. Termasuk di dalamnya adalah berbicara soal tarif yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Srategi dan Aksi

Dalam kesempatan ini, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyampaikan, ada empat fraktor yang mendorong transisi energi. Pertama, urgensi mengatasi krisis akibat pemanasan global dan perubahan iklim. Di mana krisis iklim ini akan berdampak pada ekomomi, sosial, dll. Kedua, kebijakan negara-negara untuk memangkas emisi gas rumah kaca dan mencapai dekarbonisasi. Ini menjadi penting, karena 70% emisi gas rumah kaca dihasilkan dari pembakaran energi fosil. Ketiga, perkembangan teknologi energi non-fossil dan energy storage yang semakin kompetitif. Keempat, saat ini juga terjadi preferensi konsumen dan investor/pelaku usaha terhadap energi bersih (ESG). Saat ini, Cina mengatakan tidak akan lagi mendani priyek batubara di luar China. Kita tahu, dalam 20 tahun terakhir, China adalah sumber pembiayaan PLTU di Indonesia.

“Itu juga yang merubah pengguna listrik untuk memilih energi baru terbarukan dan tidak lagi menggunakan energi fosil. Beberapa faktor ini membuat transisi energi menjadi sangat penting. Untuk menghindari krisis akibat perubahan iklim, harus menurunkan emisi gas rumah kaca,” katanya.

Dalam rangka untuk mengatasi perubahan iklim tersebut. Negara-negara membuat kebijakan. Salah satunya yang saya ambil contoh adalah Uni Eropa, yang bulan Juni lalu mengumumkan seiring dari upaya mereka untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca 55% di tahun 2030 dari tahun 2025. Uni Eropa akan menerapan yang namanya carbon boder tax. Artinya, barang-barang yang masuk ke Uni Eropa yang diimpor dari negara lain, itu akan dihitung konten dari karbonnya. Berdasarkan itulah, Uni Eropa akan mengenakan pajak.

Dengan demikian, kalau produk yang kita ekspor ke luar negeri memiliki kandungan karbon yang tinggi, maka tidak lagi kompetitif karena harganya akan lebih mahal. Menjadi sangat penting, karena sumber emisi yang dihitung untuk setiap barang dan jasa yang di ekspor, itu adalah berasal dari pembangkitan tenaga listrik. Jadi listrik punya peran dalam konteks untuk mengatasi perubahan iklim.

Peta jalan yang dijalan oleh international energi agency, kalau kita ingin mencapai zero emission di 2050 itu seperti apa. Rekomendasinya, setelah 2021 tidak boleh ada satu pun tambahan listrik tenaga uap baru. Kemudian jangan ada lagi pembukaan tambang batubara dan minyak dan gas. Lalu pada tahun 2025 tidak boleh ada penjualan fosil full boilers. Ini adalah contoh yang direkomendasikan oleh IEA, dalam rangka mencapai net zero emission di 2050.

Konsekwensi dari rekomendasi ini, produksi dari tambang batubara tidak boleh lagi diperluas. Demikian juga produksi dari minyak dan gas. Jadi di era transisi ini, diperkirakan dari energi fosil itu akan semakin turun. Dan ini adalah konsekwensi dari kita ingin menyelamatkan bumi dari ancaman krisis iklim.

Bagaimana dengan Indonesia? Dengan kondisi hari ini, 92% dari 300 GW PLTU Batubara yang sedang dan akan dibangun di China, India, Jepang, Vietnam dan Indonesia akan menjadi tidak ekonomis, dan $150 miliar investasi akan sia-sia.  Bisa kita lihat, 27% kapasitas PLTU yang beroperasi saat ini di 5 negara tersebut tidak menguntungkan dan 30% dalam kondisi breakeven, dengan margin $5/MWh. Pada 2026 seluruh kapasitas PLTU Global akan lebih mahal dioperasikan ketimbang membangun pembangkit energi terbarukan yang baru. Sedangkan 52% kapasitas PLTU di seluruh dunia tidak menguntungkandi 2030 , dan akan naik jadi 77% di 2040. Di sisi lain, potensi stranded asset dari 22,8 GW PLTU milik PLN diperkirakan mencapai $15,4 miliar. Kalau kita menjalankan PLTU lebih lama, itu akan lebih mahal.

Sementara itu, PLN sudah punya rencana mulai melakukan retirement PLTU batubara menuju carbon neutral 2060. Ada dua scenario. Yang pertama, replacement untuk PLT dimulai pada 2025 rencananya adalah mengganti PLTU dengan PLTMG dengan PLT EBT Baseload 1,1 GW dan ini masuk dalam RUPTL, kemudian 2030 retirement subcritical tahan pertama (1GW) menyusul 9 GW di 2035 dan terus sampai terakhir di 2055.

Tetapi ada juga sckenario kedua, bahwa pembangkit yang subcritical dan critical itu akan dilengkapi denan CCUS. Jadi PLN tidak harus mempensiunkan PLTU nya tetapi ditambah dengan CCUS. Konsekwensi apa kalau ditambah dengan CCUS, menurut saya, CCUS ini belum bisa menurunkan 100% emisi gas rumah kaca. Kemudian akan ada tambahan biaya investasi. Ini menjadi penting, siapa yang akan berinvestasi.

Kesimpulannya, kata Fabby, sejak 2015 dengan disepakatinya Persetujuan Paris (Paris Agreement), seluruh dunia sedang berupaya mengatasi ancaman krisis iklim dengan melakukan penurunan intensitas emisi GRK dan transisi energi.

Opsi transisi energi yang low hanging fruit ada di sektor kelistrikan, dengan phase out/phase down PLTU. Kondisi ini didukung dengan perkembangan yang cepat teknologi energi terbarukan, energy storage system, tekanan dari investor global dan lembaga finansial, shareholder, serta preferensi konsumen energi, serta aturan -aturan ESG yang semakin ketat.

Keterdesakan untuk melakukan transisi energi di sektor kelistrikan akan berdampak pada permintaan batubara global (yang menjadi tujuan ekspor BB Indonesia) dan batubara untuk pembangkit listrik, yang menghadapi pilihan opportunity lost dan potensi stranded asset jika tidak mengoptimalkan bauran pembangkit energi terbarukan yang harganya semakin kompetitif.

PLN memerlukan rencana transisi menuju “modern public utility” dan menghindari effect utility death spiral, dengan fokus: 1) mengganti asset pembangkit thermal dengan aset renewable & storage; 2) investasi pada teknologi maju: smartgrid, V2G, VPP, DERs; Power Wheeling; 3) perubahan business model; 4) mengoptimalkan revenue dari asset non listrik, dsb.

Catatan dan Kesimpulan

Di akhir acara, Sekretaris Jenderal PP Indonesia Power Andy Wijaya ketika menyampaikan catatan dan kesimpulan menyampaikan, dalam roadmap transisi energi Indonesia menuju net zero emission pada 2060 dari Kementerian ESDM, negara sudah menbuat blue print untuk penurunan emisi, salah satunya pengurangan energi fosil

“Roadmap menuju net zero emission sudah diperlihatkan oleh bung Fabby, tapi ini versi dari kementerian ESDM,” kata Andy. Di dalam RUPTL 2021-2030 Indonesia itu menyaratkan EBT, porsinya sekitar 51% dari ketenagalistrikan di Indonesia. 51% itu berapa MW? Data yang sekarang, per April 2021 memiliki 72.889 MW di mana 13,55% adalah EBT dan sisanya dari fosil. Porsinya masig 86,45%.

Di RUPTL dari 2021-2030, yang sekarang 13,55 dengan 86,45 akan dibalik menjadi 51% dan bawahnya akan menjadi 49%. Memang kalau kita lihat bauran energi yang sekarang, kalau kita bilang kerja keras sudah lebih baik. Kalau saya mengatakan, itu mustahil. Kenapa? Karena ini belum termasuk program 35.000 MW yang total dari fosil.

“72.889 ini sudah mencakup 10.000 MW dari 35.000. Artinya dari data 2021, masih ada sebesar 25.751 MW fosil yang belum masuk. Dan itu akan masuk dalam 2-3 tahun ke depan. Kalau kita anggap tanpa penambahan apa-apa selain dari 35.000 MW, yang tadi Mas Fabby sudah mengatakan stop pembangunan, tapi ini kan sudah ada kontrak, artinya akan jalan terus.”

PLTU yang ditandatangani dan diizinkan terakhir di Indonesia, adalah PLTU 9-10. Itu terakhir, dalam rangkaian 35 GW. Dengan masuknya 25.751, dari data yang saya buat, itu nanti kalau 3 tahun 2024 itu EBT hanya tersebua 10,5%. Fosil 89,3%. Tadi saja yang cuma 86,35% itu saya bilang mustahil. Apalagi ini, yang 89 sama 10. Apakah bisa, bisa? Caranya seluruh PLTU dan pembangkit fosil punya PLN dimatikan. Tanpa itu, tidak akan berhasilan bauran energi hingga 2030.

Kami mendukung energi hijau, yang berkeadilan. Bukan hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga harga. Sekarang kalau kami dipaksa menghasilkan harga listrik yang mahal, bagaimana kami harus bersikap?

Bahkan ada sebuah data yang menyebutkan, emisi di Indonesia paling kecil, karena kita punya paru-paru dunia. Hutan kita masih lebat. Tetapi sayangnya, kita digambarkan sebagai masyarakat luar, kita pro energi kotor.

Menjawab apakah energi yang baru sebanding dengan pekerjaan yang hilang. Sebagai perbandingan, PLTS di Cirata yang 145 MW diperkirakan pegawainya hanya 10 orang. Sedangkan untuk PLTU, dibutuh 500 orang.

“Bayangkan, berapa ratus orang yang akan kehilangan pekerjaan jika ini diterapkan?” Tegas  Andy. Karenanya, hal ini harus menjadi perhatian bersama bagi serikat pekerja.

Solidaritas dan Soliditas Tanpa Batas: SP PLN Group Satukan Kekuatan untuk Memastikan Ketenagalistrikan Tidak Diprivatisasi

Dua puluh dua tahun bukan waktu yang lama di dalam peradaban kemanusiaan. Namun demikian, rentang waktu dua puluh dua tahun adalah jalan yang panjang dalam perjuangan Serikat Pekerja PLN Group: SP PLN, PP IP, dan SP PJB.

Untuk pertamakalinya, setelah 22 tahun bediri, Serikat Pekerja PLN Group merayakan HUT bersama yang diselenggarakan pada tanggal 15 September 2021. Sebagaimana diketahui, SP PLN berdiri pada tanggal 18 Agustus 1999, PP IP berdiri tanggal 27 Agustus 1999, dan SP PIB berdiri tanggal 20 September 1999.

Ketua Panitia HUT Bersama SP PLN Group Parsahatan Siregar menyampaikan, ide awal tercetusnya kegiatan ini bermula ketika Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal SPN PLN diundang Wakil Dirut PLN tanggal 4 Agustus 2021, pasca SP PLN menyerahkan surat pernyataan bersama dari SP PLN, PP IP, dan SP PJB.

“Setelah adanya pertemuan itu, saya sebagai Wasekjend II SP PLN, Bendahara Umum SP PLN, dan Sekjend PP IP Andy Wijaya bertemu,” ujar Parsahatan. Dalam pertemuan itu, dia menanyakan rencana pelaksanaan HUT SP PLN.

Dari obrolan itulah kemudian muncul wacana untuk mengadakan peringatan HUT bersama SP PLN Group. “Karena bung Andy selaku Sekjend PP IP, ia diminta untuk menjembatani komunikasi dengan para Ketua Umum dan Sekjend, yang akhirnya direspon dan mendapatkan sambutan baik sehingga acara ini bisa terselenggara,” katanya.

Peringatan HUT bersama ini dimaksudkan sebagai upaya untuk membangun persepsi, pandangan, dan komunikasi yang lebih erat. Di samping, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memperkuat rasa solidaritas dan soliditas di antara serikat pekerja yang ada di PLN Group.

“Ke depan, harapannya ada wadah forum komunikasi. Sehingga dalam hal perundingan perjanjian kerja bersama dan hal-hal lain, bisa dilakukan secara bersama-sama,” tegasnya.

Solidaritas dan soliditas tanpa batas diperlukan sebuah komunikasi yang intensif antar serikat pekerja dan manajemen. Dengan komunikasi yang baik, program yang ditetapkan bisa dijalankan dengan baik. Dalam kaitan dengan itu, diperlukan hubungan yang equal dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis. 

Dalam kesempatan ini, Komisaris PLN Persero Eko Sulistyo menyampaikan, bahwa tulang punggung institusi PLN adalah pekerja.

“Meskipun perayaan HUT bersama ini baru pertama diselenggarakan, tetapi serikat pekerja sangat terkait dengan pendirian PLN dan pendirian bangsa Indonesia. Di awal, sebelum nasionalisasi, serikat pekerja sudah berupaya untuk mengambil alihan ketenagalistrikan untuk diserahkan ke pangkuan ibu pertiwi,” ujar Eko.

Menurutunya, saat ini PLN ada tekanan dalam hal finansial dan upaya untuk melakukan transformasi. Namun demikian, kita wajib percaya diri dengan adanya pertumbuhan yang makin baik pasca pandemi. Di mana sektor ketenagalistrikan menjadi pilar utama untuk menjaga pertumbuhan itu.

“Kita tidak hanya bekerja di sektor ketenagalistrikan. Tetapi ada mandat sosial untuk kebangkitan pasca pandemi,” tegasnya.

Ditambahkan, terkait dengan tantangan transformasi, semua bisnis sektor kelistrikan di tingkat global juga mengalami pergeseran. Ini mengharuskan kita berbenah, salah satunya adalah ke energi terbarukan. Untuk itu, kita akan selalu menjaga proses itu agar sesuai dengan apa yang sudah menjadi komitmen pemerintah dalam Paris Agreement.

Direktur Manajemen SDM PLN Syofvi Felienty Roekman berharap, dengan bertambahnya usia SP PLN Group akan menjadi organisasi yang semakin matang. Bagaimana pun, lanjutnya, serikat pekerja adalah mitra perusahaan dalam membangun hubungan industrial yang harmonis dan kondusif demi kemajuan PLN untuk mewujudkan agenda transformasi PLN.

“PLN sudah menjalankan program transformasi, menjadi perusahaan listrik yang terkemuka se Asia Tenggara dan pilihan nomor satu bagi pelanggan,” ujar Syafvi.

Syafvi menyampaikan bahwa PLN memiliki empat aspirasi yang menjadi arah perubahan PLN, yaitu Green, Lean, Innovative, dan Customer Focused.

“Melalui Aspirasi Green, PLN terus meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan untuk menghasilkan listrik. Dengan Aspirasi Lean, PLN memastikan pengadaan listrik yang handal dan efisien. Sedangkan, dengan Innovative, PLN akan memperluas sumber pendapatan baru. Terakhir, Customer Focused akan menjadikan PLN sebagai pilihan nomor satu pelanggan dalam solusi energi dan mencapai 100 persen elektrifikasi,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali menegaskan bahwa serikat pekerja bukan hanya membela, melindungi, dan memperjuangkan anggota. Lebih dari itu, serikat pekerja membela kepentingan negara.

“Kita diamanatkan untuk mengelola asset strategis bangsa. Kita adalah abdi negara,” ujarnya.

“Kita merupakan kepanjangan tangan dari presiden dalam mengelola ketenagalistrikan yang ada di ibukota negara sampai di daerah terluar Indonesia, sehingga listrik bisa dinikmati seluruh rakyat Indonesia.”

Disampaikan Abrar, ada satu filosofi, bahwa manusia itu hidup adaptif dengan perubahan. Pertanyaannya kemudian, ketika berubah, apakah perubahan itu aman? Aman bagi orangnya, aman bagi hartanya, dan aman bagi kampungnya. Jangan sampai perubahan yang ada justru membahayakan.

“Karena kita mempunyai kepentingan nasional untuk menjaga asset strategis bangsa, sudah sewajarnya dibuka ruang untuk membangun komunikasi terhadap perubahan yang ada,” lanjutnya.

Terhadap pengelolaan SDM, karena ini merupakan perintah UU yang berlaku seluruh BUMN, harus diatur di dalam PKB. Karenanya, Abrar berharap, dalam hal pengangkatan, pemberhentian, hingga hak dan kedudukan karyawan dibicarakan terlebih dahulu dengan serikat pekerja.

Menyambung sambutan yang disampaikan Ketua Umum SP PLN, Sekretaris Jenderal SP PJB Dewanto Wicaksono mengatakan, bahwa 22 tahun bukan usia yang muda bagi sebuah serikat. Ini usia yang cukup matang. Karenanya, perayaan HUT bersama ini adalah momen yang sangat baik bagi karyawan dan serikat untuk merapatkan barisan, karena tantangan ke depan cukup berat.

“Serikat memiliki fungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Tetapi ada isu yang lebih penting, yaitu menjaga keberlangsungan perusahaan,” kata Dewanto.

Dalam kaitan dengan itu, serikat pekerja sebagai partner manajemen mendapat amanah, tidak hanya dilindungi undang-undang, tetapi juga diatur di dalam PKB dan AD/ART. “Kami memiliki kewajiban untuk meningkatkan kinerja perusahaan,” lanjutnya.

Mereka yang ada di dalam serikat adalah orang-orang pilihan. Orang super. Karena selain bekerja untuk kepentingan perusahaan, tetapi juga masih menyempatkan diri untuk memikirkan serikat.

Dewanto menyampaikan, selain menjaga kesejahteraan anggota, serikat juga berfikir tentang peran dan fungsi pekerja di dalam BUMN. Bagaimana pun, serikat pekerja di lingkungan PLN diberi amanah oleh para pendahulu dan rakyat. Bahwa PLN sebagai perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan. Tetapi di jugamemiliki kewajiban sebagai Public Service Obligation (PSO).

“PSO kita adalah rasio elektrifikasi, yang saat ini sudah hampir mendekati 100. Sebagai perusahaan negara, kita harus bisa menyeimbangkan antara mengejar keuntungan dan perusahaan good sevices,” pungkasnya.

Dalam sambutannya, Ketua Umum PP IP Dwi Hantoro meminta agar kebersamaan ini menjadi momentum untuk kembali ke fitrah pembentukan serikat pekerja. Di mana serikat pekerja PLN Group dibentuk dari gerakan reformasi dan pembaharuan di Indonesia.

Karena itu, serikat pekerja harus mengawal agar perusahaan tetap tumbuh dan berkembang. Dengan kondisi saat ini yang penuh dengan dimanika menerpa perusahaan, maka pejerja harus lebih solid.

“Kita samakan frekwensi dan semangat. Bahwa ketika perusahaan maju, maka pekerjanya sejahtera,” kata Dwi. Sebagaimana yang disampaikan undang-undang, lanjut Dwi, kita mempunyai tugas untuk menjaga konsistensi dan kedaulatan energi, terutama di bidang ketenagalistrikan.

“Serikat pekerja terdiri dari orang-orang hebat, yang bisa menyeimbangkan tugas di perusahaan dan amana dari sisi serikat,” tegasnya.

Sambutan tidak hanya disampaikan dari dalam negeri, tetapi juga disampaikan oleh pimpinan serikat pekerja global. Sekretaris Jenderal Public Services International (PSI) Rosa Pavanelli juga memberikan sambutan dalam perayaan HUT SP PLN Group ini.

Rosa menyampaikan, PSI sebagai Federasi Serikat Pekerja Global beranggotakan 30 juta pekerja yang diwakili oleh 700 afiliasi serikat pekerja di 154 negara.

“Pekerjaan Anda sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat, yang sepenuhnya tergantung pada akses terhadap pelayanan listrik yang terus-menerus dan bisa diandalkan,” kata Rosa. Disampaikan, bahwa pandemi  Covid-19 mendorong pembangunan teknologi yang berkesinambungan telah menyoroti kebutuhan untuk memastikan pelayanan energi bagi semua. Ini menjadi semakin jelas, bahwa serikat menjadi bagian penting dari perjuangan untuk mengurangi ketidaksetaraan dan ketidakadilan di seluruh dunia.

Namun, ujar Rosa, lebih dari 30 tahun ini lebih banyak pembangkit listrik telah diprivatisasi. Berubah dari pelayanan pada rakyat dan masyarakat menjadi sumber laba/keuntungan  bagi perusahaan dan lembaga keuangan.  Menurutnya, ini adalah bagian dari serangan global terhadap pelayanan publik di air, kesehatan,  pendidikan, transportasi, dan lain-lain.

Dalam hal ini, Rosa mengapresiasi perjuangan yang dilakukan serikat pekerja di PLN Group. Karena telah berhasil berjuang melawan tren privatisasi di Indonesia dengan kepemimpinan yang solid dan mobilisasi anggota yang kuat.

“Saya bangga bahwa pengalaman PSI dalam privatisasi energi di lintas negara selama bertahun-tahun telah membantu serikat Anda utuk membangun argumentasi dan membawa bukti-bukti mengenai bahaya privatisasi di sektor energi,” ujarnya.

Di Indonesia SP PLN Group memenangkan dua kasus penting di pengadilan yang akan melindungi system energi public. Namun demikian, ada saja pihak yang menggunakan trik kotor untuk melemahkan serikat pekerja Anda. “Namun Anda mampu untuk melawan dan saya sangat senang melihat Anda membangun kembali setelah serangan-serangan ini; bahwa Anda mengorganisir dan memperkuat solidaritas pekerja dan persatuan,” tegasnya.

Rosa juga menyampaikan, bahwa ia baru saja menandatangani surat untuk Presiden Indonesia Joko Widodo dan mendesak pemerintah Indonesia untuk melawan tekanan baru untuk mem-privatisasi pembangkit energi panas bumi dan uap berbahan bakar batubara. Dalam surat tersebut, Rosa menawarkan layanan PSI untuk pemerintah guna memberikan pemahaman tentang bahaya dari privatisasi energi dari negara-negara lain.

“Anda tahu bahwa Anda dapat mengandalkan PSI; bahwa kami tetap  berada di sisi Anda selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun yang akan datang untuk membangun kekuatan serikat pekerja Anda. Dan untuk membela kualitas layanan energi public untuk semua akan menjadi penting bagi PSI secara global. Untuk membagikan pengalaman anda, tekad anda, dan perlawanan ajeg anda untuk membela pekerja sektor public  hak-hak di sektor energi dan untuk membela sistem energi publik,” tegas Rosa.

Tidak hanya Rosa Pavanelli. Sekretaris Regional Public Services International (PSI) Asia Pasifik Kate Lappin juga memberikan ucapan selamat. Kate menyampaikan terima kasih karena sudah mengundang PSI untuk merayakan ulang tahun bersama SP PLN Group.

“Pandemi sudah memisahkan kita. Tetapi hal itu tidak meruntuhkan solidaritas kita,” kata Kate Lappin.

Kate mengingatkan, di tahun sebelumnya kita terus melanjutkan upaya untuk menemukan cara untuk membangun kekuatan, dari gerakan buruh tingkat global dan dari perjuangan tingkat lokal, seperti yang telah dilakukan SP PLN Group.

“PSI bangga telah menjadi bagian dari perjuangan Anda selama bertahun-tahun untuk membela pekerja dan hak rakyat untuk mendapatkan energi di Indonesia. Kami juga bangga atas semua kerja yang dilakukan untuk membawa seriakat pekerja di sektor energi untuk bersama-sama melawan tantangan baru yang terjadi di tahun lalu, ketika pemerintah Indonesia sekali lagi mengancam pekerja dan listrik milik rakyat,” ujarnya.

Kate juga memberikan pengakuan terhadap apa yang telah dilakukan oleh Indah, yang telah dan akan terus “menjadi juara” bagi Anda semua dan untuk seluruh afiliasi PSI di Indonesia. “Saya tahu dia juga merasa bangga telah bekerja bersama Anda dan mendukung perjuangan Anda selama tahun-tahun lalu,” tegasnya.

“Kawan-kawan semua,” lanjut Kate Lappin, “anda memiliki sejarah yang membanggakan. Sebuah sejarah yang legendaris di kalangan keluarga PSI. Anda adalah pembela pekerja di sektor energi, untuk memastikan para pekerja mendapatkan upah dan kondisi kerja yang layak mereka terima.”

“Anda adalah pembela hak atas energi untuk seluruh rakyat Indonesia. Sebuah hak asasi manusia yang membolehkan negara dan masyarakat untuk sejahtera dan tidak ada satupun yang dikecualikan. Anda adalah pembela konstitusi Indonesia dan semua hak yang ada di dalamnya untuk memastikan pelayanan public, terutama pelayanan public di bidang energi tetap merupakan sebuah hak bagi rakyat dan bukan untuk perusahaan .”

Ditegaskan Kate, tidak ada sejarah yang lebih membanggakan dibandingkan dengan sejarah atas dedikasi pekerja bagi rakyat, bagi demokrasi dan bagi aturan hukum.”

Dia juga menyinggung persoalam omnibus law. Menurutnya, pada tahun lalu, pemerintah Indonesia telah menggunakan pandemi sebagai sebuah kesempatan untuk mendorong Omnibus Law yang berbahaya sebagai hadiah bagi yang kaya dan memiliki kuasa. Undang-undang ini merampok pekerja dari hak-hak mereka dan mempromosikan privatisasi.

Dan sekarang, lanjutnya, para politisi dan perusahaan kroni-kroni mereka sedang menggunakan taktik dengan menciptakan perusahaan holding dan melakukan IPO untuk menjual Sebagian dari energi public Anda. Itu memiliki tujuan yang sama dengan privatisasi energi, dimana si kaya akan mendapatkan keuntungan dan para pekerja dan rakyat yang membayar harganya.

Pengalaman PSI di seluruh dunia membuktikan, hanya ada satu alasan untuk melakukan privatisasi energi dan hal tersebut untuk membuat si kaya makin kaya. Semua klaim lain yang dibuat oleh pemerintah dan Bank Pembangunan adalah kebohongan.

“Tidak akan ada lebih banyak energi karena kita tahu bahwa perusahaan-perusahaan tidak berinvestasi pada energi baru, mereka hanya membeli apa yang telah dibangun oleh public,” ujarnya. Kemudian ditegaskan, bahwa tidak akan ada pengurangan harga. Alih-alih rakyat akan membayar lebih mahal dan pemerintah akan kehilangan kendali untuk menentukan harga, terutama untuk mereka yang membutuhkan, rakyat paling miskin dalam masyarakat.

Selain itu tidak akan ada penambahan kesempatan kerja, yang akan terjadi adalah sebaliknya. Perusahaan akan mencoba untuk memecat pekerja dan menurunkan upah, membuat tempat kerja menjadi makin berbahaya

“Sekarang mereka menggunakan perubahan iklim sebagai alasan lain untuk memprivatisasi energi. Tapi kita tahu bahwa satu-satunya cara untuk menangani krisis iklim dan membangun energi terbarukan dan bersih.”

Menurut Kate, untuk membuat transisi dari bahan bakar fossil adalah dengan adanya energi rakyat, seperti PLN untuk membangun energi yang kita butuhkan untuk masa depan. “Namun, Anda sudah tahu semua mengenai hal ini dengan sangat baik. Anda semua telah berjuang dalam perjuangan ini bertahun-tahun, dan Anda telah menang.”

“Jadi, dalam acara ulang tahun ini, ulang tahun Anda, mari kita rayakan kemenangan Anda, sejarah membanggakan Anda. Mari membangun komitmen komitmen kita untuk memperjuangkan kerja layak bagi energi public untuk semua dan untuk gerakan pekerja yang lebih kuat dan penuh kekuatan di Indonesia, di wilayah Asia Pasifik dan di dunia,” pungkasnya.