



Hari Listrik Nasional (HLN) yang jatuh pada tanggal 27 Oktober tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Adalah Perhimpunan Pegawai PT Indonesia Power (SP PJB) dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa-Bali (SP PJB) yang membuatnya berbeda, bahkan terasa istimewa.
Bagaimana tidak? Pagi itu, kurang lebih 400 orang anggota PP IP dan SP PJB datang ke Kantor Pusat PT PLN (Persero). Tujuan mereka hadir ke sini adalah untuk mengikuti upacara peringatan HLN, yang rutin diselenggarakan setiap tahun. Secara bertahap, mereka masuk ke lapangan upacara yang berada di dalam area perusahaan.
Mengingat jumlahnya terlalu banyak, sebagian anggota PP IP dan SP PJB sempat dilarang masuk ke dalam lapangan. Namun demikian, mereka bergerak ke depan pintu gerbang. Jika tidak diperbolehkan mengikuti dari dalam, mereka akan mengikuti upacara dari luar. Tepat di pinggir jalan raya. Akhirnya mereka diperbolehkan masuk.
Di lapangan, mereka berada dalam satu barisan, yang memang diperuntukkan bagi pekerja dari anak perusahaan. Karena jumlah yang hadir mencapai ratusan, sebagian peserta meluber hingga ke luar lapangan upacara. Tepatnya di bagian belakang,
Ketika upacara dimulai, ratusan anggota serikat pekerja ini mengikuti dengan tertib. Namun demikian, ketika upacara selesai, mereka tidak segera meninggalkan lapangan. Mereka tetap bertahan di lapangan, sambil mengenakan ikat kepala berwarna merah dengan tulisan “Tolak Pembentukan N-2 HSN PT PLN (Geothermal Co dan New Energy Co). Sedangkan di lengan kanannya, terpasang kain hitam bertuliskan “Tolak Perdir No 30 (HXMS).
Aksi ini menarik perhatian. Apalagi dilakukan di momentum yang terbilang sakral. Hari Listrik Nasional.
Bagaimana pun, PP IP dan SP PJB tidak bermaksud mengacaukan peringatan HLN. Beberapa hari sebelumnya, mereka sudah berkirim surat untuk beraudiensi dengan Direktur Utama PT PLN. Adapun tempatnya di lapangan, usai pelaksanaan upacara peringatan HTN, dengan peserta kurang lebih 200 orang.
Ada tiga hal yang akan disampaikan dalam audiensi ini. Pertama penolakan pembentukan N2 (Geothermal co dan New Energy Co). Kedua, penolakan privatisasi dengan penjualan asset ketenagalistrikan nasional secara ketengan berkedok green energy. Dan ketiga, penolakan terhadap union busting berkedok Perdir No 30/2022.
Tetapi hingga hari H pelaksanaan upacara peringatan HTN, tidak ada kabar apakah audiensi tersebut diterima atau tidak. Namun demikian, hal itu tidak menurutkan ratusan anggota PP IP dan SP PJB ini untuk tetap hadir mengikuti upacara.
Mengingat lapangan akan digunakan untuk kegiatan lain, ratusan orang dengan ikat kepala merah ini bergerak depan lobi pintu masuk. Di sini, lokasi aksi semakin stragis. Mereka yang hilir mudik ke PLN akhirnya bisa melihat aksi protes para buruh.
Hal itu berhasil memaksa management untuk datang menemui massa aksi.
Kepada perwakilan management dijelaskan, bahwa mereka tidak bermaksud menodai peringatan HTN. Sebelumnya mereka sudah berkirim surat untuk beraudiensi, sejak bulan Juli. Lalu disusul surat berikutnya pada bulan Agustus. Bahkan pada bulan September, mereka mengirimkan pernyataan sikap bersama. Karena tidak ada jawaban, mereka kembali melayangkan surat perihal permohonan audiensi pada tanggal 27 Oktober, dengan waktu jam 09.00 usai melakukan upacara HTN.
Awalnya para buruh diminta tidak berkerumun di depan lobi. Tetapi mereka mengancam, kalau tidak diperbolehkan di lobi, akan bergeser ke jalan. Depan pintu gerbang. Tetapi jangan salahkan buruh jika hal itu justru memantik perhatian masyarakat dan menjadi pemberitaan yang luas di media.
Setelah perwakilan Direksi hadir, akhirnya disepakati bahwa audiensi akan dijadwalkan antara tanggal 20 – 25 Oktober, usai pelaksanaan G20 di Bali. Tidak lupa, dalam kesempatan ini PP IP dan SP PJB juga menyerahkan hasil kajian dari serikat pekerja terkait dengan isu yang sedang disuarakan.
Bagaimana pun, apa yang dilakukan PP IP dan SP PJB adalah torehan sejarah yang fenomenal. Selan aksi seperti ini baru pertama kali dilakukan, tetapi juga mengambil momentum yang tepat.
Semoga apa yang diperjuangkan serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan, untuk memastikan ketenalistrikan tetap dalam penguasahaan negara bisa terwujud. Liberalisasi selain menyalahi konstitusi, juga akan merugikan rakyat Indonesia sendiri.