Menguatkan Solidaritas Serikat Pekerja: Perjuangan Menuju Kesetaraan dan Keseimbangan melalui Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan fondasi penting dalam hubungan industri, memastikan kesetaraan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban pekerja serta pengusaha. PKB tidak hanya melindungi hak-hak pekerja, tetapi juga memberikan kejelasan operasional bagi pengusaha, menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.

Oleh karena itu, perundingan mengenai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan salah satu momen penting dalam dinamika hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha. Itulah sebabnya, ketika pekerja dan pengusaha PT MKP memulai perundingan PKB, ini menjadi kabar yang membahagiakan.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Elektronik dan Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) Selamet Riyadi mengatakan, Sebagai salah satu pilar penting dalam hubungan industrial, maka keberadaan Perjanjian Kerja Bersama sangat penting bagi para pelaku proses produksi barang dan jasa guna mendorong terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Atas nama Pimpinan Pusat SPEE, Slamet menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Serikat Pekerja Pembangkit Jawa Bali (SP PJB) atas kontribusinya yang signifikan dalam membantu dan memberikan solidaritas kepada PUK SPEE PT MKP untuk berunding Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kerja sama antara SPEE dan SP PJB merupakan bukti solidaritas yang kuat antara serikat pekerja dalam sektor energi, terlebih PT MKP adalah anak perusahaan PLN Nusantara Power Services, dimana PLN Nusantara Power Services adalah anak perusahaan dari PLN Nusantara Power. 

“Dukungan dari SP PJB tidak hanya memberikan kekuatan kepada SPEE dalam negosiasi PKB, tetapi juga menegaskan pentingnya persatuan dan kerja sama antar serikat pekerja dalam memperjuangkan hak-hak pekerja. Dengan bantuan SP PJB, PUK SPEE PT MKP dapat berunding dengan posisi yang lebih kuat, mengarah pada kesepakatan yang adil dan menguntungkan bagi pekerja,” ujarnya.

Pengakuan terhadap pentingnya PKB juga datang dari SP PJB, serikat pekerja yang berada di induk usaha yaitu di PT PLN Nusantara Power (dulu PT PJB). Ketua Umum SP PJB, Agus Wibawa, menyampaikan, “Perundingan PKB adalah perwujudan utama dari eksistensi dari adanya serikat pekerja/pegawai/buruh sebagai manifestasi adanya kesetaraan dan keseimbangan kewajiban dan hak antara perusahaan dan pekerja.”

Agus menambahkan, “Oleh karena itu maka setiap upaya-upaya pelemahan hak runding dari serikat pekerja dan adanya pelanggaran isi PKB yang telah disepakati, harus dilawan oleh seluruh serikat pekerja secara bersama-sama, termasuk upaya pelemahan oleh internal dan antar serikat pekerja sendiri.”

Pernyataan ini menegaskan bahwa PKB tidak hanya penting bagi pekerja dan pengusaha secara individual, tetapi juga bagi keseluruhan komunitas serikat pekerja. Solidaritas antar serikat pekerja menjadi kunci dalam memastikan bahwa PKB dapat diimplementasikan secara efektif dan memberikan manfaat bagi semua pihak.

Dalam konteks yang lebih luas, PKB menjadi salah satu alat dalam membangun hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan. Dengan adanya kesepakatan yang jelas dan adil, diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang kondusif, dimana pekerja merasa dihargai dan pengusaha dapat menjalankan operasionalnya dengan lancar.

Oleh karena itu, perundingan PKB harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kejujuran dari kedua belah pihak. Setiap permasalahan yang muncul harus diselesaikan melalui dialog yang konstruktif, dengan tujuan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dalam hal ini, peran serikat pekerja sangat penting dalam memastikan bahwa hak-hak pekerja terlindungi dan suara mereka didengar dalam setiap tahapan perundingan.

Sekretaris Umum SP PJB Ide Bagus menambahkan, salah satu peran penting serikat pekerja adalah terlibat dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Menurutnya, ini adalah bagian dari pencapaian yang sangat baik. Dengan adanya PKB, Ide Bagus beharap hubungan kerja dan hubungan industrial dalam satu grup dapat berjalan dengan harmonis. 

“Tanpa adanya serikat pekerja, tidak mungkin hal ini bisa diwujudkan,” ujarnya. Dia nuga mengucapkan terima kasih pada Public Services Indonesia (PSI) yang memungkinkan para pekerja di sektor ketenagalistrikan saling mengenal dan saling mendukung. 

“Peran PSI juga sangat penting, karena lembaga ini membantu para anggota serikat pekerja untuk berkumpul dan saling support. Ini menunjukkan betapa pentingnya kerjasama dan solidaritas antar serikat pekerja dalam memperjuangkan hak-hak mereka,” tegasnya.

Terpisah, Ketua PUK SPEE FSPMI PT MKP Yogha Aditya Pratama menyampaikan, momentum bersejarah ini berawal dari hari Senin, 4 Maret 2024. Di mana saat itu PUK SPEE FSPMI PT. MKP dan DPP SP MKP bersama manajemen PT. MKP mengadakan pertemuan di Hotel Premier Place Sidoarjo untuk mendapatkan pembekalan dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo mengenai hubungan industrial dan tahapan pelaksanaan PKB.

Momentum ini kemudian dilanjutkan dengan pengesahan Tata Tertib PKB yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pihak pengusaha diwakili oleh manajemen PT. MKP dan pihak pekerja diwakili oleh PUK SPEE FSPMI PT. MKP bersama DPP SP MKP. Dalam tata tertib ini disepakati bahwa tim perundingan masing-masing terdiri dari 7 orang, dengan 5 orang dari PUK SPEE FSPMI PT. MKP dan 2 orang sisanya dari DPP SP MKP.

Mengingat alamat tim perunding yang tidak berada dalam satu wilayah dan ada juga yang berasal dari luar Pulau Jawa, perundingan PKB kali ini disepakati menggunakan dua metode, yaitu secara offline dan juga secara online.

“Selasa, 5 Maret 2024, di hotel yang sama, dilaksanakan proses perundingan PKB pertama kali oleh PT. MKP. Alhamdulillah, awal perundingan PKB berjalan dalam suasana yang kondusif dan kooperatif sehingga tidak ada perdebatan panjang. Dalam perundingan pertama ini, pimpinan sidang disepakati dipimpin oleh Ketua Tim Perunding dari pihak pekerja, yaitu saya sendiri,” ujar Yogha.

Dalam perundingan pertama ini, tim perunding berhasil menyelesaikan Bab 1 dan Bab 2 dengan jumlah 11 pasal. Perundingan selanjutnya akan menggunakan metode secara online dan di akhir perundingan nanti baru akan dilaksanakan secara offline sekaligus melaksanakan penandatanganan pasal-pasal yang sudah disepakati.

“Apa yang sudah kami laksanakan (tim perunding) akan menjadi catatan sejarah dalam berkembangnya perusahaan PT. MKP karena ini adalah PKB kali pertama yang dilaksanakan oleh PT. MKP. Harapan kami dengan adanya perundingan PKB ini nantinya akan menghasilkan poin-poin positif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh karyawan PT. MKP beserta keluarganya, yang saat ini jumlahnya sudah hampir mencapai 4.600 orang,” tegasnya.


Strengthening Trade Union Solidarity: The Struggle Towards Equality and Balance through Collective Labor Agreements

Collective Labor Agreements (CLB) are an important foundation in industrial relations, ensuring equality and balance between the rights and obligations of workers and employers. CLA not only protects workers’ rights, but also provides operational clarity for employers, creating a harmonious and productive work environment.

Therefore, negotiations regarding the Collective Labor Agreement (CLA) are an important moment in the dynamics of industrial relations between workers and employers. That is why, when PT MKP workers and entrepreneurs started PKB negotiations, this was happy news.

General Secretary of the Central Leadership of the Electronic and Electrical Workers Union of the Federation of Indonesian Metal Workers Unions (SPEE FSPMI) Slamet Riyadi said, as one of the important pillars in industrial relations, the existence of a Collective Labor Agreement is very important for those involved in the process of producing goods and services to encourage the creation of relations. harmonious, dynamic, and just industry.

On behalf of the SPEE Central Leadership, Slamet expressed his sincere thanks to the Java Bali Power Plant Workers Union (SP PJB) for its significant contribution in assisting and providing solidarity to PUK SPEE PT MKP to negotiate a Collective Work Agreement (PKB). The collaboration between SPEE and SP PJB is proof of strong solidarity between labor unions in the energy sector, especially since PT MKP is a subsidiary of PLN Nusantara Power Services, where PLN Nusantara Power Services is a subsidiary of PLN Nusantara Power.

“Support from SP PJB not only gives strength to SPEE in PKB negotiations, but also emphasizes the importance of unity and cooperation between trade unions in fighting for workers’ rights. “With the help of SP PJB, PUK SPEE PT MKP can negotiate from a stronger position, leading to a fair and profitable agreement for workers,” he said.

Recognition of the importance of PKB also came from SP PJB, the workers’ union in the parent company, namely PT PLN Nusantara Power (formerly PT PJB). The General Chairperson of SP PJB, Agus Wibawa, said, “The PKB negotiations are the main manifestation of the existence of the existence of workers/employees/labor unions as a manifestation of equality and balance of obligations and rights between companies and workers.”

Agus added, “Therefore, every attempt to weaken the bargaining rights of trade unions and violations of the contents of the agreed PKB must be opposed by all trade unions together, including attempts to weaken them internally and between the trade unions themselves.”

This statement emphasizes that CLA is not only important for individual workers and employers, but also for the entire trade union community. Solidarity between trade unions is key in ensuring that the CLA can be implemented effectively and provide benefits for all parties.

In a broader context, PKB is a tool in building harmonious and sustainable industrial relations. By having a clear and fair agreement, it is hoped that a conducive work environment can be created, where workers feel valued, and employers can run their operations smoothly.

Therefore, PKB negotiations must be carried out with full responsibility and honesty from both parties. Every problem that arises must be resolved through constructive dialogue, with the aim of reaching a mutually beneficial agreement. In this case, the role of trade unions is very important in ensuring that workers’ rights are protected, and their voices are heard at every stage of negotiations.

SP PJB General Secretary Ide Bagus added that one of the important roles of trade unions is to be involved in negotiations on Collective Labor Agreements (CLA). According to him, this is part of a very good achievement. With the PKB, Ide Bagus hopes that work relations and industrial relations within one group can run harmoniously.

“Without a labor union, it would be impossible for this to be realized,” he said. He also expressed his gratitude to Public Services Indonesia (PSI) which allows workers in the electricity sector to get to know each other and support each other.

“PSI’s role is also very important, because this institution helps union members to come together and support each other. “This shows how important cooperation and solidarity between trade unions is in fighting for their rights,” he stressed.

Separately, Chairman of PUK SPEE FSPMI PT MKP Yogha Aditya Pratama said that this historic momentum started on Monday, March 4, 2024. At that time PUK SPEE FSPMI PT. MKP and DPP SP MKP together with the management of PT. MKP held a meeting at the Premier Place Sidoarjo Hotel to receive briefings from the Sidoarjo Regency Manpower Service regarding industrial relations and the stages of implementing the PKB.

This momentum was then continued with the ratification of the PKB Code of Conduct which was signed by both parties, namely the entrepreneur represented by the management of PT. MKP and the workers are represented by PUK SPEE FSPMI PT. MKP together with DPP SP MKP. In these regulations it was agreed that each negotiating team would consist of 7 people, with 5 people from PUK SPEE FSPMI PT. MKP and the remaining 2 people from DPP SP MKP.

Considering that the negotiating team’s address is not in the same region and some are from outside Java, this time the PKB negotiations were agreed to use two methods, namely offline and online.

“Tuesday, March 5, 2024, at the same hotel, the first PKB negotiation process was carried out by PT. MKP. Thank God, the initial PKB negotiations proceeded in a conducive and cooperative atmosphere so that there were no long debates. “In this first negotiation, it was agreed that the chairman of the session would be led by the Head of the Negotiating Team from the workers’ side, namely myself,” said Yogha.

In this first negotiation, the negotiating team succeeded in completing Chapter 1 and Chapter 2 with a total of 11 articles. The next negotiations will use online methods and at the end of the negotiations they will be carried out offline while carrying out the signing of the agreed articles.

“What we (the negotiating team) have carried out will become a historical record in the development of the PT company. MKP because this is the first PKB implemented by PT. MKP. We hope that this PKB negotiation will produce positive points so that it can improve the welfare of all PT employees. “MKP and their families, which currently number almost 4,600 people,” he stressed.

Meningkatkan Kesejahteraan dan Perlindungan Pekerja Melalui Perjanjian Kerja Bersama

“Berserikat itu mengikat. Dengan berserikat, tidak ada lagi sekat. Melalui serikat pekerja, permasalahan yang dihadapi satu orang menjadi permasalahan bagi semua. Karena kita percaya, persatuan akan menguatkan. Sedangkan perpecahan hanya akan merugikan dan menggagalkan perjuangan.” Demikian disampaikan Indah Budiarti selaku perwakilan Public Services International dalam Musnik Nasional PUK SPEE FSPMI PT. Mitra Karya Prima yang diselenggarakan di Sidoarjo, Selasa (23/5).

Pernyataan ini relevan dengan spirit pelaksanaan Musnik Nasional PUK MKP yang mengambil tema “melangkah untuk transisi kesejahteraan”. Sebelumnya, PUK MK didirikan berdasarkan kabupaten/kota tempat para pekerja bekerja. Kemudian melalui Musnik Nasional ini, PUK-PUK yang ada disatukan kedalam satu unit kerja sehingga akan memudahkan dalam konsolidasi dan penguatan organisasi. 

“Melalui Musnik Nasional ini, teman-teman PUK MKP tidak lagi berjuang sendirian. Tetapi bertindak bersama, secara kolektif untuk meningkatkan daya pengaruh dan daya tawarnya, guna menegakkan kepentingan ekonomi pekerja ditempat kerjanya, di sektornya dan perlindungan atas pekerjaan dan masa depan kerja,” ujar Indah.

Lebih lanjut Indah mengingatkan, perusahaan yang mengakui kontribusi pekerja dalam memajukan perusahaan dan menghargai hak kebebasan berserikat menunjukkan komitmennya yang matang dalam membangun hubungan industrial yang modern, adil, dan berkelanjutan.  

“Komitmen tersebut, salah satunya dibuktikan dengan adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya saing. PUK MKP berharap hal itu bisa diwujudkan, untuk memastikan target-target perusahaan terpenuhi secara produktif dan pada saat yang sama kesejahteraan karyawan tercukupi dan meningkat,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Umum SPEE FSPMI Slamet Riyadi. Dia menyampaikan, setidaknya ada dua hal yang menjadi target Musnik Nasional PUK MKP. 

“Pertama adalah terbentuk PKB. Kita tahu, capaian terpenting dari serikat adalah pembentukan PKB, untuk memastikan hak serta kepentingan pekerja bisa terlindungi,” ujarnya.

PKB merupakan instrumen penting dalam menjaga hubungan harmonis antara pengusaha dan serikat pekerja serta memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak, sehingga mengurangi ketidakpastian dan konflik di tempat kerja. Dalam PKB, disepakati berbagai hal seperti upah, jam kerja, cuti, kebijakan kesejahteraan, dan prosedur penyelesaian sengketa. Ini memberikan pedoman yang jelas bagi pengusaha dan serikat pekerja dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

“Selain itu, PKB juga memperkuat hak-hak pekerja dan memberikan perlindungan yang lebih baik. Pekerja dapat memperoleh upah yang adil, jaminan kesejahteraan, perlindungan keselamatan kerja, dan hak-hak lainnya. PKB juga dapat mengatur mengenai promosi, pemutusan hubungan kerja, dan penghargaan prestasi, memberikan kepastian bagi pekerja mengenai prosedur yang akan diikuti dalam kasus-kasus tersebut,” lanjutnya.

Sementara itu, target kedua adalah meningkatkan jumlah anggota serikat pekerja. Ini langkah penting dalam memperkuat perlindungan hak-hak pekerja dan memperjuangkan keadilan di tempat kerja. Semakin banyak anggota yang tergabung dalam serikat pekerja, semakin besar kekuatan yang dimiliki untuk membela kepentingan kolektif.

Dengan anggota yang lebih banyak, serikat pekerja memiliki suara yang lebih kuat dalam perundingan dengan pengusaha, memperjuangkan upah yang adil, kondisi kerja yang aman, dan jaminan sosial yang memadai. Meningkatnya keanggotaan juga berarti peningkatan solidaritas dan dukungan antar-pekerja, menciptakan lingkungan yang lebih kooperatif dan memperkuat perjuangan bersama.

“Dalam dunia kerja yang terus berubah dan penuh tantangan, meningkatkan jumlah anggota serikat pekerja adalah langkah strategis untuk melawan ketidakadilan dan memastikan kesejahteraan pekerja. Dengan lebih banyak pekerja bergabung dalam serikat pekerja, kita dapat menciptakan kekuatan kolektif yang tak terbantahkan dan mewujudkan perubahan positif di tempat kerja dan dalam masyarakat secara keseluruhan,” tegasnya.

Ketua DPW FSPMI Jawa Timur Jazuli dalam sambutannya juga menekankan pentingnya persatuan dan pembentukan PKB di PT MKP. Dengan adanya perjanjian kerja bersama, maka dispasritas upah bisa diselesaikan.

“Misal, saat ini buruh MKP yang bekerja di Jember atau Jombang mendapatkan upah sebesar nilai UMK di sana. Sedangkan yang bekerja di Sidoarjo atau Surabaya menggunakan upah sesuai standar UMK Surabaya. Perusahaannya sama, pekerjaannya sama, hanya karena lokasinya berbeda maka upahnya berbeda,” ujar Jazuli.

Dengan demikian, ketika ada PKB, maka di mana pun dipekerjakan buruh akan mendapatkan upah yang setara. Tentu saja, acuan upah yang digunakan adalah upah tertinggi. Karena PKB juga tidak boleh mengurangi hak pekerja yang saat ini sudah didapatan.

Melalui Musnik Nasional, penanganan kasus dan pengambilan kebijakan juga bisa cepat dilakukan. Karena di daerah, pasti akan terlebih dahulu menunggu pusat. Jika kemudian PUK dibentuk secara nasional, maka perundingan bisa langsung dilakukan dengan otoritas tertinggi yang bisa mengambil keputusan.

Strong Leadership in Unions is the Key to to Quality Collective Bargaining Agreement

It is important for union leaders to participate in trainings that will equip them with skills needed to run the organization in a professional and dynamic way. In doing the struggle for the rights and interest of the workers, they must posses the understanding and insight about the current socio-economic-political situation, labor laws and regulations, skill to handle industrial relation disputes, collective bargaining agreement and skill to do negotiation, and organizational communication skill. Given that union leaders are the representatives of workers’ interest. Those points were made by Indah Budiarti, PSI Project Coordinator, in her opening remarks on the Training for Trade Union Leaders and Collective Bargaining organized by PSI/SASK Advancing Trade Union Rights Project located in 5G Resort Cijeruk, Bogor, West Java.

This training was held from 27 February to March 1, 2023 and participated by 23 union leaders from SP PLN, PPIP, SP PJB dan SPEE-FSPMI.

Further, Indah Budiarti explained the purpose of the training was to increase the capacity and ability of union leaders in organizing and leading the unions. In addition to that, to build the capacity and administrative quality of union leaders in acting their roles and fucntion in their respective unions; as well as to improve the qualty and skill of leaders in running the organization which is fraught with obstacles and dynamics.

The first session of the training started with a presentation delivered by Indah Budiarti which basically explained the current labor situation in Indonesia. The presentation briefly offered information on Indonesia’s population and the demographic bonus, economic situation in relation to the VUCA (Volatile, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) as well as economic disruption, unemployment, union density, and union power, and also the future of union.

Next session was a discussion led by Bro Suherman from SPEE FSPMI. The theme of the discussion was “trade union leadership: who to do as union leaders”. Bro Suherman invited participants to think about how union leaders are the core team in any union, hence, they must formulate the steps and method of their work in order to build the capacity and quality of the union they run. Therefore, the union will be useful for the members and workers. He mentioned that union programs will be helpful for them to do their job in a structured way. Unions is also about collective leadership and leadership that represents their members. Building trust and capacity to work in a team is necessitate.

In the second day of the training, Bro Ismail Rifai and Bro Suherman, both from SPEE FSPMI, talked about Industrial Relation dispute settlement. The sessions was fundamental that introduced participants with terms such as bipartite, mediation/concilliation/arbitration, and industrial relation court.

Following that was the session about building an effective communication in a dynamic union. The session was led by Kahar S. Cahyono, the Information and Communication officer of KSPI.

In his session, Kahar explained that the dynamic movement of a trade union must involve interaction between the members of the union, union leaders, and external parties such as the management, government, and public. Therefore, understanding the effective communication is very important for trade union to be a dynamic movement.

Being able to communicate effectively improves the ability to convey messages clearly and appropriately. It is very important for unions to be able to communicate effectively in order to conve the message and the movement’s goals to their members, other union leaders, and external parties. The unclear and ineffective communication could create misunderstanding and disruption to the movement’s course to achieve its goals.

According to Kahar, effective communication will strengthen the coordination and collaboration of union members. It will also help to strengthen the coordination and collaboration between union members in achieving their collective goal. By communicating effectively, union members would be able to understand thier respective duties and responsibilities and work together to achieve their collective goals.

In doing its work, a union oftentime requires to influence externals parties such as the company management or the government. An effective communication will help unions to strengthen their capacity to influence the external parties and achieve their collective goal.

“An effective communication will increase union members’ participation in the movement. Members would feel that their voices is heard and then tend to get involve in the activities and retain their support for the union’s objective,” said Kahar.

“In negotiating a collective bargaining agreement, union leaders must fight for their members’ rights and interests in a fair way and in favor of the workers. They also must create an agreement that benefits both parties. Therefore, training and capacity building for union leaders is a necessitate in order to formulate and then come to a good and sustainable collective bargaining agreement,” he added.

Some other important points discussed in the training was Collective Bargaining Agreement and Trade Union, techniques and skills in CBA negotiation, and dynamic union leadership.

On these points, Herman explained that union must master the techniques and skills of negotiation. Both of them are the most effective tools to accomplish the organization’s goals dan fight for the workers’ rights. In the context of CBA negotiation between the union and management, negotiation skill is important for union leaders to attain the agreement that benefits members most.

Maintaining good relation between the union and the company is also another important point. A good negotiation could help to maintain a good relation between the union and the company. By speaking in a polite way and repsect the other parties, union leaders could create a positive atmosphere in a negotiation and promote a productive dialogue.

“By using a good negotiation skill, union leaders could then minimize the risk of potential conflict and promote constructive dialogue with mangement, hence, achieve the better result for both parties involved,” he said.

At the end of the session, participants were invited to discuss and analyze their respective union’s situation by using SWOT analysis, and how union leaders together with the members build a strong, united, and big unions. It is expected that coming back from the training, participants will be able to implement their newly acquired knowledge in their respective contexts and unions. Therefore, unions will be better in their works to defend, protect, and fight for their members.


Kepemimpinan yang Kuat di Dalam Serikat, Kunci Terwujudnya Perjanjian Kerja Bersama Berkualitas

Penting bagi bagi pengurus serikat pekerja untuk mengikuti pelatihan demi membekali diri dengan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan dalam menjalankan organisasi serikat pekerja secara professional dan dinamis. Dalam memperjuangkan hak dan kepentingan para pekerja, mereka harus memiliki pemahaman yang baik tentang situasi socio-ekonomi-politik, peraturan perburuhan, ketrampilan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, perjanjian kerja bersama dan ketrampilan negosiasi, dan keterampilan komunikasi organisasi. Hal ini mengingat, bahwa pengurus adalah perwakilan yang mewakili kepentingan para pekerja. Demikian disampaikan oleh Indah Budiarti, PSI Project Coordinator dalam kata pembuka pelatihan Pemimpin Serikat Pekerja dan Perjanjian Kerja Bersama yang diselenggarakan oleh PSI/SASK Advancing Trade Union Rights Project di 5G Resort Cijeruk, Bogor, Jawa Barat.

Pelatihan ini diselenggarakan dari tanggal 27 Februari sampai 1 Maret 2023 diikuti 23 orang peserta mewakili SP PLN, PPIP, SP PJB dan SPEE-FSPMI.

Lebih lanjut, Indah Budiarti menyampaikan, tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas pemimpin serikat pekerja dalam ketrampilan berorganisasi dan memimpin serikat pekerja. Di samping itu, untuk membangun kapasitas dan kualitas administrative pemimpin serikat pekerja dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam organisasi serikat pekerja; serta meningkatkan kualitas dan ketrampilan pemimpin dalam menjalankan organisasi serikat pekerja yang penuh dengan tantangan dan dinamika.

Sesi pertama pelatihan diawali dengan presentasi dari Indah Budiarti yang memaparkan situasi ketenagakerjaan di Indonesia. Presentasi ini memberikan kilasan informasi akan situasi terkini terkait kondisi jumlah penduduk dan bonus demografi, kondisi ekonomi terkait dengan era VUCA (Volatile, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dan disrupsi ekonomi, pengganguran, densitas serikat dan kekuatan serikat, dan masa depan serikat pekerja.

Sesi berikutnya diisi oleh Bro Suherman, SPEE-FSPMI, membawa peserta dalam diskusi “kepemimpinan dalam serikat pekerja: menjadi pengurus dan apa yang harus dilakukan”. Bro Suherman mengajak peserta untuk mendalami bahwa pengurus adalah tim inti dalam serikat pekerja, langkah dan kerja mereka menentukan kapasitas dan kualitas bagaimana serikat pekerja itu dijalankan dan manfaatnya bagi para anggota dan pekerja. Program kerja yang dibuat membantu mereka untuk melakukan pekerjaan secara lebih terstruktur. Serikat pekerja adalah juga kepemimpinan kolektif dan kepemimpinan yang mewakili anggotanya. Membangun kepercayaan dan kemampuan untuk melakukan kerja dalam tim sangatlah dibutuhkan.

Hari ke dua pelatihan, Bro Ismail Rifai dari SPEE-FSPMI  dan Bro Suherman mengisi materi tentang Penyelesaian Hubungan Industrial. Dalam sesi ini materi masih sangat mendasar, tetapi mengenalkan peserta mengenai bipartit, mediasi/konsiliasi/arbitrasi, dan pengadilan hubungan industrial.

Selanjutnya, materi mengenai membangun komunikasi efektif dalam pergerakan serikat pekerja yang dinamis adalah materi yang dibawakan oleh Kahar S. Cahyono, sebagai Ketua Bidang Infokom KSPI.

Disampaikan Kahar, pergerakan serikat pekerja yang dinamis melibatkan interaksi antara anggota serikat, pemimpin serikat, dan pihak eksternal seperti perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Oleh karena itu, memahami komunikasi efektif sangat penting dalam pergerakan serikat pekerja yang dinamis.

Hal itu, karena, akan meningkatkan kemampuan untuk menyampaikan pesan dengan jelas dan tepat. Dalam serikat pekerja, komunikasi yang jelas dan tepat sangat penting untuk menyampaikan pesan dan tujuan gerakan secara efektif kepada semua anggota serikat, pemimpin serikat, dan pihak eksternal. Komunikasi yang tidak jelas atau tidak tepat dapat menyebabkan ketidaksepahaman dan mengganggu tujuan gerakan.

Menurut Kahar, dengan kemampuan berkomunikasi yang efektif, akan memperkuat koordinasi dan kolaborasi antara anggota serikat. Komunikasi yang efektif dapat membantu memperkuat koordinasi dan kolaborasi antara anggota serikat dalam mencapai tujuan gerakan. Dengan komunikasi yang efektif, anggota serikat dapat memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam serikat pekerja, seringkali ada kebutuhan untuk mempengaruhi pihak eksternal seperti perusahaan atau pemerintah. Komunikasi yang efektif dapat membantu memperkuat kemampuan serikat pekerja dalam mempengaruhi pihak eksternal dan mencapai tujuan gerakan.

“Komunikasi yang efektif dapat membantu meningkatkan partisipasi anggota serikat dalam gerakan. Anggota serikat yang merasa didengar dan dipahami akan lebih cenderung terlibat dalam kegiatan dan mempertahankan dukungan terhadap tujuan gerakan,” ujar Kahar.

“Dalam perjanjian kerja bersama, pemimpin/pengurus serikat pekerja harus mampu memperjuangkan hak dan kepentingan para pekerja dengan cara yang adil dan menguntungkan, serta mampu mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi pemimpin/pengurus serikat pekerja merupakan hal yang penting untuk mencapai perjanjian kerja bersama yang baik dan berkelanjutan,” ujarnya.

Hal lain yang disampaikan dalam pelatihan ini adalah berkaitan dengan Perjanjian Kerja Bersama dan Serikat Pekerja, teknik dan keterampilan Negosiasi PKB, dan kepemimpinan serikat pekerja yang dinamis.

Dalam hal ini, Herman menjelaskan, pengurus serikat pekerja perlu menguasai teknik dan keterampilan negosiasi karena negosiasi merupakan salah satu alat yang paling efektif dalam mencapai tujuan organisasi dan memperjuangkan hak-hak pekerja. Dalam konteks perundingan antara serikat pekerja dan pengusaha, keterampilan negosiasi yang baik dapat membantu pengurus serikat pekerja untuk memperoleh kesepakatan yang lebih menguntungkan bagi anggota serikat pekerja.

Menjaga hubungan yang baik antara serikat pekerja dan pengusaha: Negosiasi yang baik juga dapat membantu menjaga hubungan yang baik antara serikat pekerja dan pengusaha. Dengan berbicara dengan sopan dan menghormati pendapat lawan bicara, pengurus serikat pekerja dapat menciptakan atmosfer yang positif dalam perundingan dan mempromosikan dialog yang produktif.

“Dengan menggunakan keterampilan negosiasi yang baik, pengurus serikat pekerja dapat meminimalkan risiko konflik dan mempromosikan dialog yang konstruktif dengan pengusaha. Ini dapat membantu menghindari tindakan yang tidak produktif dan memperoleh hasil yang lebih menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat,” ujarnya.

Mengakhiri sesi peserta diajak diskusi untuk menganalisa SWOT kondisi serikat pekerja mereka masing-masing dan bagaimana pengurus bersama anggota menjadi serikat pekerja besar, bersatu dan kuat.

Diharapkan, setelah pelatihan ini peserta bisa mengimplementasikan pengetahuan yang didapatkan selama pelatihan untuk sebesar-besarnya kepentingan anggota. Dengan demikian, serikat pekerja bisa lebih optimal dalam membela, melindungi, dan memperjuangkan anggotanya.

Organized: the best way to fight against the violence and harassment at the workplace

“One of our strength to fight against violence and harassment at the workplace is by organizing ourselves in the union. By joining the union, we can sit equally with and have more strength to push the company to agree on the regulation related to women protection in the CBA,” Izzah Inzamliyah in her opening remark. She was the trainer of Training for Trainers for women leaders and activists under the theme of “ILO Convention 190 on Elimination of Violence and Harassment at the Workplace” organized by The Public Services  International (PSI) held in 5G Resort Cijeruk, Bogor, 29-31 August 2022.

Izzah continued by saying that when the CBA contains women’s protection, it will minimize gender-based violence. In turn, it will change the mindset of workers and employers, that every person has the right of a world free of violence and harassment.

Talking about violence and harassment, women are the most vulnerable object of violence in under employement relation. Women are considered to be weak creature, abide to, and dependent upon superiors or men.

“Women’s fear and weakness are the cause of violence in the employment relation. Therefore it is just right for women workers to be active in the unions. By joining the union, workers have the strength to fight against the violence and harassment at the workplace,” Izzah asserted the importance of organized workers in front of 20 women workers , the participants of the ToT. The participants came from SP PLN, SP PPIP, SP PJB, SP EE, dan SPICON+.

Indah Budiarti, the PSI Communications and Project Coordinator, added that this training is also about introduction to use the ILO Convention 190 toolkit. The toolkit is translated into Bahasa Indonesia by IndustriAll Indonesi project office so that it would be easier for participants and unions to design their own activities.

“PSI together with trade unions globally promote the ratification of this convention,” asserted Indah.

She hoped that with this training will be beneficial and encourage the campaign on local and national level. She also hped that the action plan produced in the training wold stimulate the participants and their unions to take a step to push the campaign for Convention 190 ratification in Indonesia.

There are many people who do not understand the real definition of gender-based violence. Therefore, many tolerate the gender-basd violence. Gender-based violence is violence that is aimed at specific gender. It is happen due the social/cultural/religious belief that is embedded to certain gender that result in violence or disproportionate treatment.

There are at least four important features to understand gender-based violence. They are (a) threat; (b) physical, verbal, social, and economic acts that are harmful and detrimental or there is a possibility of harm; (c) beyond one’s will; and (d) based on the social construction on “women” and “men”.

“Silence is not consent. We have to see whether there is a power relation invloved between the perpetrator and the victim. If the perpetrator holds a power over the victim, the victim tends to be silent,” she added.

The problem of power relation is also the root of gender-based violence. The socio-cultural  patriarchal belief that presume that women are in the position of non-importance, where the power rests on men (power relation), women are not decision makers, only complementing. Women’s role are in the domestic realm and reproduction only. Whe women enter the public sphere/employment, their income is secondary, as a compliment for their husbands’.

The adoption of the ILO Convention No. 190 and Recommendation No. 206 on Violence and Harassment in the world of work brings a new hope for us. We can say that the adoption of both instruments is a victory for the trade union and labour movement. The adoption of these instruments is the culmination of years of campaigning and lobbying by trade unions, and in particular women trade unionists, built on the narratives and experiences of discrimination and violence from women workers global. The convention is an instrument to recognizes the right of everyone to have the a working life free from  violence and harassment. For the first time ever internationally agreed the definition of violence and harassment in the world of wok, including the gender-based violence that is understood as “unwanted behavior and practices that is directed to, or result in, or possible to result in physical, psychological, sexual, or economic harm.” The definition covers everyone in this world, including person in training (interns and apprentices), and individuals exercising the authority, duties, or responsibilities of an employer, and includes public and private sector, informal and formal economies, and urban and rural areas.

As trade unions, we have an important role to play in ensuring this Convention and Recommendation do not just remain on paper but are transformed into action on local. Trade unions are leading local and global campaigns, calling for the ratification and effective implementation of C190 and R206, so that these standards are integrated into national legislation.

Berserikat. Cara Jitu Melawan Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja

“Salah satu kekuatan kita dalam melawan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja adalah dengan bergabung dalam serikat pekerja. Dengan berserikat, kita bisa duduk dalam status yang sama dan memiliki kekuatan untuk mendorong Perusahaan agar menuangkan aturan terkait perlindungan perempuan di dalam PKB,” demikian disampaikan Izzah Inzamliyah dalam Pelatihan untuk Pelatih bagi Pemimpin dan Aktivis Perempuan dengan tema “Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja” yang diselenggarakan Public Service International (PSI) di 5G Resort Cijeruk, Bogor, 29-31 Agustus 2022.

Ketika perlindungan terhadap perempuan diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama, lanjut Izzah, diharapkan akan meminimalisir kekerasan berbasis gender. Pada gilirannya, hal ini akan mengubah cara berfikir para pekerja dan pengusaha, bahwa semua orang memiliki hak atas dunia yang bebas dari kekerasan dan pelecehan.

Bicara tentang kekerasan dan pelecehan, perempuan adalah objek yang paling rentan terhadap kekerasan dalam hubungan kerja. Perempuan dianggap makhluk yang lemah, tidak bisa melawan, dan merasa tergantung terhadap atasan atau laki laki.

“Ketakutan dan kelemahan perempuan itulah yang menjadi penyebab seringnya terjadi kekerasan dalam hubungan kerja. Karenanya, tepat sekali jika buruh perempuan harus terlibat aktif di dalam serikat pekerja. Dengan berserikat, pekerja memiliki kekuatan untuk melawan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja,” tegas Izzah di hadapan 21 orang pekerja perempuan yang merupakan peserta pelatihan yang berasal dari SP PLN, SP PPIP, SP PJB, SP EE, dan SP ICON.

Indah Budiarti selaku PSI Communications and Project Coordinator menambahkan, pelatihan ini juga mengenalkan bagaimana mengunakan ILO Toolkit Konvensi ILO 190. Toolkit ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh kantor IndustriAll proyek Indonesia sehingga memudahkan peserta dan nantinya serikat pekerja dalam merancang aktifitasnya sendiri.

“PSI secara global bersama serikat pekerja global unions lainnya mendorong pada ratifikasi konvensi ini,” tegas Indah.

Pihaknya berharap, melalui training yang diselenggarakan akan mendorong pada kampanye lokal dan nasional, melalui rencana aksi yang diskusikan bersama diharapkan para peserta bersama serikat pekerjanya mengambil langkah untuk mendukung kampanye ratifikasi Konvensi 190 di Indonesia.

Masih banyak yang belum memahami arti sesungguhnya dari kekerasan berbasis gender. Sehingga peristiwa ini seringkali ditolerir. Disampaikan, kekerasan berbasis gender adalah kekerasan yang ditujukan terhadap jenis kelamin tertentu. Terjadi karena adanya keyakinan sosial/budaya/agama yang dilekatkan terhadap jenis kelamin tertentu yang mengakibatkan kekerasan atau berakibat pada perlakuan yang tidak proporsional.

Setidaknya ada empat hal kunci terkait kekerasan berbasis gender. Meliputi: (a) adanya ancaman; (b) tindakan dalam bentuk fisik verbal, sosial, serta ekonomi membahayakan dan merugikan atau ada kemungkinan merugikan; (c) di luar kehendak seseorang; dan (d) berdasarkan konstruksi sosial tentang “perempuan” dan “laki- laki”.

“Diam tidak sama dengan setuju. Harus dilihat apakah ada relasi kuasa antara pelaku dan korban. Ketika yang melakukan memiliki kuasa, korban cenderung takut untuk bersuara,” ujarnya.

Persoalan relasi inilah yang juga menjadi akar masalah kekerasan berbasis gender. Keyakinan sosial/budaya patriartki yang menganggap perempuan berada di posisi tidak dianggap penting, kuasa ada pada laki-laki (relasi kuasa), bukan pengambil keputusan, pelengkap, khusus pada peran domestik dan seputar reproduksi saja, ketika masuk ke ruang publik/dunia kerja dianggap pencari nafkah tambahan, dsb.

Adopsi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 190 dan Rekomendasi No. 206 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja membawa harapan baru bagi kita. Bisa dikatakan, lahirnya konvensi dan rekomendasi ini merupakan kemenangan bagi serikat pekerja dan gerakan buruh. Adopsi dari kedua instrumen ini merupakan titik kulminasi dari kampanye dan lobi selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh serikat pekerja, dan khususnya para pemimpin serikat pekerja perempuan, yang dibangun di atas narasi dan pengalaman tentang diskriminasi dari perempuan di seluruh dunia.

Konvensi ini merupakan instrumen untuk mengafirmasi bahwa semua orang memiliki hak atas dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan. Konvensi ini juga memberikan definisi yang pertama kali disetujui secara internasional tentang kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, termasuk kekerasan berbasis gender, yang dipahami sebagai “berbagai perilaku dan prakti yang tidak bisa diterima” yang “bertujuan untuk, berakibat pada, atau kemungkinan besar akan berakibat pada luka atau kerugian fisik, psikologis, seksual atau ekonomi”. Definisi ini melindungi semua orang di dunia kerja, termasuk pekerja magang, dan orang-orang yang menjalankan tugas atau wewenang sebagai pemberi kerja, dan mencakup sektor publik maupun swasta, ekonomi informal maupun formal, dan wilayah perkotaan maupun pedesaan.

Sebagai serikat pekerja, kita memiliki peran penting dalam memastikan bahwa Konvensi dan Rekomendasi ini tidak hanya berada di atas kertas tetapi mengubahnya menjadi tindakan. Di tingkat lokal maupun global, serikat pekerja mendorong ratifikasi dan implementasi efektif Konvensi dan Rekomendasi tersebut sehingga standar yang berada di dalamnya terintegrasi ke dalam perundang-undangan nasional.

#RatifikasiKonvensiILO190

Membangun kekuatan pekerja dalam serikat

Di tengah rasa lelah yang mendera setelah seharian bekerja, para pengurus SERBUK PLTU Sumsel 8  mengadakan diskusi dan penguatan pada tanggal 22 Januari 2021 yang melibatkan perwakilan berbagai vendor. Mereka belajar mengenai hak-hak dasar pekerja terkait jam kerja, upah minimum, dan status hubungan kerja menurut UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Agenda tersebut dilangsungkan di Mess Pekerja di lokasi PLTU Sumsel 8, Muara Enim, Sumatera Selatan.

Sefriyansah, Wakil Ketua SERBUK PLTU Sumsel 8 menjelaskan bahwa beban kerja yang berat merupakan hambatan bagi pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja.”Mereka lebih memilih untuk istirahat daripada belajar mengani hak-hak mereka di tempat kerja,” ujar Sefri.

Sementara, Tajudin yang memfasilitasi diskusi tersebut menjelaskan bahwa serikat pekerja menjadi alat utama untuk memperjuangkan hak-hak di tempat kerja, apalagi berbagai PLTU yang ada di Sumsel sebenarnya merupakan satu mata rantai yang saling terhubung. “Ada irisan keterkaitan antara PLTU Sumsel 1 dan Sumsel 8, sehingga kami harus saling bekerja sama,” tegas Tajudin.

Pendidikan advokasi, menguatkan perlindungan pekerja

SPEE-FSPMI DPC Lampung tanggal 17 Januari 2021 di Liwa mengadakan pelatihan advokasi dan bipartit bagi teman-teman pengurus PUK Multi Jaya Adhiaraya. Kegiatan ini bertujuan untuk peningkatan kemampuan pengurus dalam melakukan advokasi kasus di tempat kerja dan penyelesaiannya permasalahan hubungan industrial secara bipartit.

Pelatihan ini menjadi kunci dasar bagi pengurus tingkat unit kerja agar organisasi bisa bertindak cepat dalam memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap anggota. Pengurus di tingkat unit memilki kemampuan merata dan mandiri dalam penyelesaian kasusnya sehingga dapat ditanggapi dengan cepat dan benar. 

Pelatihan ini berisi bagaimana pengurus harus menguasai pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan dan implementasinya dalam setiap kebijakan Perusahaan, pelaksana tugas harian organisasi dalam menerima keluhan dan pengaduan anggota dan menindaklanjutinya, memberikan saran-saran dan pendapat hukum/legal opinion. Selain itu yang terpenting dalam advokasi serikat pekerja adalah bagaimana pengurus mampu melakukan edukasi kembali ke para anggota/pekerja tentang hak-hak pekerja dan bagaimana melindungi hak tersebut dan pembelaan bilamana hak tersebut dilanggar.

 

Menguatkan serikat di tempat kerja: Penambahan anggota

Hari ini bertempat di Bogor DPP SPEE-FSPMI melakukan pembentukan PUK PT Haleyora Powerindo (HPI) Bogor. Sebanyak 23 orang tercatat menjadi anggota di PUK ini. Merekruit pekerja yang belum berserikat adalah strategi peningkatan kekuatan serikat (menaikan densitas keanggotaan). Semakin banyak anggota, semakin kuat serikat pekerja, semakin kuat dan terlindungi pekerja/buruh di tempat kerjanya.

Kegiatan ini tidak hanya sekedar merekruit tetapi bagaimana juga mendorong dan mengajak mereka untuk menjadi anggota yang terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh serikat buruh/serikat pekerjanya.

Tentunya tindakan ini akan membangun dan menjadikan serikat buruh/serikat pekerja yang kuat dan kokoh, yang berarti bahwa memungkinkan mereka untuk memiliki posisi tawar yang tinggi dalam memihak kepentingan buruh/pekerja atas pengusaha dan pemerintah di tempat kerjanya.


#Samsol #BanggaBerserikat #BerserikatKuat

Konsolidasi pekerja outsourcing PLN Solo Raya

Rabu, 13 Januari 2021, Bertempat di Tawangmangu, Karanganyar, Pengurus Harian Tetap SPLAS-SERBUK melakukan konsolidasi awal tahun. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas rencana kegiatan untuk setahun ke depan, seperti pendidikan, rencana PKB dan perluasaan keanggotaan, pertemuan ini juga menjadi ajang konsolidasi untuk mempersiapkan kontrak multiyears di akhir bulan Januari ini.

Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung juga menjadi perhatian para pengurus SPLAS karena anggota-anggota SPLAS yang bekerja di lapangan menghadapi resiko terpapar virus sangat tinggi, oleh karena perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan dari paparan virus, seperti mentaati protokol kesehatan setiap kali bekerja.

Setelah pertemuan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan pengambilan video untuk keperluan pembuatan film tentang perjuangan SPLAS: dari mulai membangun, menjaga, serta memperluas organisasi. Dan bagaimana orang-orang yang rela mengurangi waktunya bersama keluarga demi menjalankan aktifitas organisasi, rencananya juga akan menjadi bagian dalam film ini.

Koordinasi untuk kekuatan anggota

Bertempat di Kota Bumi, Lampung Utara, hari Sabtu lalu 9 Januari 2021, saudara Erick Meidiartha melakukan pertemuan koordinasi dengan teman-teman SPEE-FSPMI sektor elektrikal. Kegiatan ini adalah untuk menguatkan posisi mereka dalam serikat dalam menghadapi persoalan-persoalan di tempat kerja dan menemukan solusi advokasinya.