Memperkuat Solidaritas Pekerja Ketenagalistrikan melalui Forum Komunikasi Serikat Pekerja Ketenagalistrikan (FKSPK) Jawa Tengah—DIY

Forum Komunikasi Serikat Pekerja Ketenagalistrikan (FKSPK) Jawa Tengah—DIY menggelar pertemuan hari ini, Rabu, 8 Februari 2023 di Pondok Tingal, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Hadir dalam pertemuan ini adalah perwakilan dari DPD SP PLN UID JTY, SERBUK Indonesia, SPEE FSPMI, PPIP, SPLAS, SPLAM, SPL HPI, dan perwakilan-perwakilan TAD PLN yang belum berserikat.

Forum Komunikasi yang digagas oleh DPD SP PLN UID JTY dan Komwil SERBUK Jateng—DIY ini dimaksudkan untuk membangun kesepemahaman antar serikat-serikat pekerja ketenegalistrikan di Jawa Tengah DIY. Ketenagalistrikan sebagai sektor ekonomi strategis harus bisa memberi manfaat bagi para buruh di sektor ini dan masyarakat pada umum.

Forum yang dikemas dalam bentuk sarasehan ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk menghadapi dinamika di sektor ini, khususnya menghadapi isu privatisasi PLN dan problem ketenagakerjaan akibat PERPPU Cipta Kerja, contohnya adalah pemberlakuan sistem kerja berbasis volume yang berpeluang besar menghilangkan hak-hak kesejahteraan yang selama ini diterima oleh pekerja.

Hamdani AP, Koordinator FKSPK sekaligus Ketua DPD SP PLN UID JTY, dalam sambutannya menegaskan tentang pentingnya persatuan dan sinergi antar serikat pekerja untuk menjawab tantangan di sektor ketenagalistrikan. “Dampak buruk berlakunya PERPPU Cipta Kerja bagi kaum buruh tidak bisa lagi dihadapi sendiri-sendiri, sebab daya rusaknya bersifat massal. Oleh karena itu diperlukan persatuan antar serikat pekerja untuk menahan dampak buruk itu.” Tegas Bung Hamdani.

Hadir juga dalam acara ini bung Slamet Supriyadi, sekretaris umum SPEE – FSPMI. Beberapa buah pemikiran penting yang dia sumbangkan hari ini adalah bagaimana pentingnya memetakan persoalan-persoalan yang sedang dan akan dihadapi kaum buruh, khususnya di sektor ketenagalistrikan.

Bung Slamet memberi contoh mengapa SPEE memilih bernegosiasi dengan PLN terkait isu-isu di Tenaga Alih Daya (TAD) PLN, padahal TAD-TAD tersebut kontrak kerjanya dengan vendor-vendor PLN bukan dengan PLN. “Jika kami sebelumnya tidak melakukan pemetaan kemungkinan besar negosiasi dan aksi kami hanya ditujukan kepada vendor saja. Namun, dengan pemetaan masalah kita menjadi tahu pihak-pihak mana saja yang menjadi penyebab munculnya masalah tersebut.” Terang bung Slamet. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan tentang mengapa SPEE aksi ke PT. PLN pusat beberapa waktu lalu.

Indah Budiarti, PSI Communications and Project Coordinator (Southeast Asia Office) hadir dalam forum ini. Indah menyampaikan bahwa forum ini hendaknya mampu membuat rencana dan aksi strategis. Mampu memiliki tuntutan yang jelas dan dapat dicapai; memiliki kekuatan yang besar, dan bersatu; memiliki daya tahan yang sama, konsisten dan semakin kuat.

Salah satu rekomendasi yang menjadi prioritas dalam forum hari ini adalah meningkatkan rekruitmen ke dalam serikat pekerja/buruh untuk TAD di Jawa Tengah. Hal ini untuk menjawab salah satu problem rendahnya densitas serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan, khususnya serikat pekerja di TAD di Jawa Tengah, yang mayoritas buruhnya belum berserikat.

Ke depan FKSPK akan rutin bertemu untuk merumuskan metode yang tepat agar rekomendasi-rekomendasi yang dicanangkan bisa tercapai.

Konsolidasi TAD PLN SERBUK Indonesia:Berserikat! Kuat! Bermartabat!

SERBUK Indonesia menggelar Konsolidasi Nasional Tenaga Alih Daya (TAD) PLN, pada Hari Sabtu, 12 November yang lalu, di Aula Malioboro Inn, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. Konsolidasi anggota ini dimaksudkan untuk mempererat solidaritas, memperkokoh perkokoh barisan, dan mengasah daya juang.

Hadir dalam kegiatan ini perwakilan dari Serikat Buruh Anggota (SBA) SERBUK Indonesia dari sektor ketenagalistrikan, seperti Serikat Pekerja Listrik Area Magelang (SPLAM), Serikat Pekerja Listrik Area Banyuwangi (SPLAB), SPL. HPI Klaten, SPLAS Solo, dan beberapa perwakilan lainnya.

Dinamika kebijakan di PT. PLN menjadi perhatian serius SERBUK Indonesia, khususnya yang berpengaruh kepada tenaga alih daya. Jangan sampai kebijakan yang merugikan TAD PLN gagal dimitigasi, yang ujung-ujungnya membuat TAD PLN menderita. Seperti akhir-akhir ini, diterbitkannya Edaran Direksi 019./DIR/2022 tentang Standar Prosedur Pengelolaan Tenaga Alih Daya, surat edaran ini jika tidak ditolak akan membuat TAD PLN kehilangan jaminan keberlangsungan kerja dan berpotensi mengurangi pendapatan TAD.

Dalam konsolidasi ini, SERBUK Indonesia melakukan kajian secara mendalam, utamanya tentang bagaimana latar belakangnya sampai edaran tersebut muncul. Dalam diskusi yang panjang selama konsolidasi, akhirnya forum konsolidasi mendapatkan kesimpulan bahwa, edaran tersebut memang dimaksudkan untuk memangkas biaya beban tenaga kerja untuk dialihkan kepada pembiayaan pembelian tenaga listrik yang terus membengkak. Skema Take or Pay (TOP) dalam Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Pembangkit Listrik Swasta, membuat PLN harus membeli semua energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit yang dimiliki perusahaan swasta tersebut, meskipun tenaga listrik tersebut tidak dipakai.

Hal itu tentu saja membebani keuangan PLN, karena listrik yang sudah dibeli tidak berhasil dijual karena laju konsumsi listrik secara nasional belum sebanding dengan kecepatan penambahan produksi tenaga listrik. Ujung-ujungnya terjadi over kapasitas, bahkan di akhir tahun 2022 ini kelebihan pasokan listrik diperkiran mencapai 61%. Oleh karena itu PLN harus melakukan efisiensi.

Pengurangan biaya tenaga kerja lazim ditempuh oleh perusahaan-perusahan untuk menyehatkan keuangan perusahaan, meskipun problematikanya bukan pada tenaga kerjanya. Seperti di PLN kesalahan terbesarnya adalah pada tata kelola keuangaan utamanya kegagalan menentukan fokus investasi, tapi mengapa TAD yang harus menjadi korban? Begitu lah pertanyaan besar dari para peserta konsolidasi. Dan mereka sepakat TAD atau para pekerja yang berada di garis depan industri kelistrikan nasional jangan sampai menjadi korban. Jangan sampai TAD kembali diupah seperti jaman Koperlis, begitu kata salah satu peserta.

Di akhir sesi rencana tindak lanjut, para peserta konsolidasi berhasil merumuskan strategi dan taktik untuk menghadang tiap-tiap kebijakan yang akan merugikan TAD. Dua poin besar dari rumusan strategi dan taktik tersebut adalah densitas dan kapasitas serikat buruh. Tanpa jumlah keanggotan yang mayoritas di Tenaga Alih Daya PLN dan kapasitas personil serikat buruh yang prima, jangan berharap TAD PLN bisa memenangkan agenda-agendanya.

SERBUK PLTU Sumsel I Strike, A Struggle to Defend Workers’ Rights

Muara Enim – Tuesday (26/7), the strike at PLTU (Coal-Steam Power Plant) Sumatera Selatan (Sumsel) I today is officially started. Workers members of SERBUK PLTU Sumsel I stopped working after several negotiations between SERBUK Sumsel I with the Management of SGLPI, as the owner of PLTU Sumsel I, failed.

SERBUK PLTU Sumsel I demands the SGPLI management and its subcontractors to comply with applicable labour norms. The company pays its workers under the legal minimum wage, unilaterally terminate its workers, does not provide workers with annual leave, and no sufficient health facilitiies for the workers. The company also did not respond well for the demand of health facility.

SERBUK PLTU Sumsel I had held numerous negotiations, bipartite as well as tripartite negotiations. Even last negotiation, on Monday, involved many parties i.e. SERBUK PLTU Sumsel I, SGLPI management, local Labor office, the Police and also local government officials. And it was a deadlock! Therefore, there is no option left, to fight for the appropriated rights, the workers then decided to hold a strike, which is legal and guaranteed by law.

The strike is planned to last until August 1. As stated by the Chairperson of Regional Committee of SERBUK Sumsel, the workers decided to hold a strike as a result of management ignoring the workers’ demands. “If only the management complied with the law and regulation, we would not have to hold a strike,” said Tajudin expressing his disappointment due to the company’s unwillingness to fulfill workers’ demands.

The representative of SERBUK Executive Committee, Muhammad Husain Maulana, who was amongst the striking mass kept pumping up the spirit of the striking mass. “Comrades, we are on the right path. It is an obligation for us to fight for our rights. It is not just a tradition (sunnah). Once again, this is an obligation,” asserted Husain and the mass greeted it by shouting “long live the workers” repeatedly.

Representing the mass’ aspiration, SERBUK Sumsel I representative, Tajudin, said that there is still an open space for the management to do negotiation in order to avoid more loss on the company side. “We open the space for negotiation, so that this matter will not be dragged on. However, we are not going to negotiate our basic rights,” he asserted.

Mogok Kerja SERBUK PLTU Sumsel I, Sebuah Perjuangan Merebut Hak-Hak Pekerja.

Muara Enim – Selasa (26/7), Mogok kerja di PLTU Sumatera Selatan (Sumsel) I hari ini resmi dimulai. Para pekerja yang tergabung dalam SERBUK PLTU Sumsel I menghentikan aktivitas bekerja setelah beberapa kali perundingan antara SERBUK Sumsel I dengan Manajemen SGLPI, sebagai pemilik PLTU Sumsel 1, gagal mencapai titik temu.

Permintaan SERBUK PLTU Sumsel I agar pihak manajemen SGLPI dan Sub contractornya mematuhi norma-norma ketenagakerjaan terus saja diabaikan. Upah pekerja masih banyak yang di bawah UMK, PHK sepihak terus berlangsung, tak ada cuti tahunan yang diberikan kepada para pekerja, dan tuntutan untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang memadahi tidak direspon dengan baik.

Berulangkali perundingan secara baik-baik telah ditempuh SERBUK PLTU Sumsel I, dari bipartit sampai dengan tripartit. Bahkan, Senin kemarin, perundingan melibatkan banyak pihak, ada selain SERBUK PLTU Sumsel I, Manajemen SGLPI, dan Disnaker, hadir pula aparat keamanan dan aparat pemerintah setempat. Deadlock! Oleh karena itu, tidak ada pilihan, demi hak-hak yang telah lama dirampas para pekerja memutuskan melakukan mogok kerja, yang itu sah menurut aturan perundang-undangan.

Mogok kerja ini rencana akan dilakukan sampai dengan tanggal 1 Agustus mendatang, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Komite Wilayah SERBUK Sumsel, mogok kerja terpaksa ditempuh karena Manajemen terus saja abai dengan tuntutan para pekerja. “Andai saja perusahaan patuh terhadap peraturan perundang-undangan, mestinya mogok kerja hari ini tidak perlu terjadi.” Kata Bung Tajudin, menyayangkan sikap perusahaan yang tidak memenuhi tuntutan para pekerja.

Perwakilan Komite Eksekutif SERBUK, Muhammad Husain Maulana, yang hadir di tengah-tengah massa SERBUK Sumsel I terus memompa semangat para pekerja yang sedang mogok. “Kawan-kawan, kita di jalur kebenaran. Memperjuangkan apa yang mestinya menjadi hak kita adalah sebuah kewajiban, bukan sunah lagi hukumnya. Sekali lagi, ini adalah kewajiban.” Tegas Husain dan disambut teriakan ‘hidup buruh’ berkali-kali dari massa aksi mogok kerja.

Mewakili aspirasi massa, SERBUK Sumsel I, Tajudin mengatakan, masih membuka ruang perundingan dengan manajemen SGLPI, tentu saja hal itu untuk menghindari kerugian yang lebih besar bagi perusahaan. “Kami masih membuka ruang negosiasi agar persoalan tidak berlarut-larut. Tentu saja bukan hak-hal normatif kami yang dinegosiasikan.” Terangnya.

Keberadaan Perusahaan Listrik Swasta Sebabkan Harga Listrik Mahal

Keberadaan IPP (perusahaan listrik swasta) justru membuat harga listrik semakin mahal. Sebagai perbandingan, biaya produksi PLN untuk PLTU adalah sebesar Rp 653 per kWh. Sedangkan biaya produksi IPP sebesar Rp 1.015 kWh. Data ini mengkonfirmasi, bahwa keberadaan pihak swasta justru merusak harga listrik. Membuat tarif semakin mahal, karena oritenstasi IPP adalah mencari keuntungan.

Kesimpulannya, kalau masyarakat ingin mendapatkan harga listrik yang murah, solusinya hanya satu. Ketenagalistrikan harus dikuasai oleh negara. Tidak ada lagi IPP yang justru menggerogoti keuangan PLN, akibat PLN berkewajiban membeli setidaknya 70% dari listrik yang mereka hasilkan. Demikian diungkap dalam PCM Meeting 2022: Review dan Planning Serikat Pekerja Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia yang diselenggarakan di Bogor, 18-19 April 2022.

Dalam kegiatan yang diikuti 5 serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan, SP PLN Persero, Persatuan Pegawai Indonesia Power (PPIP), SP PJB, SPEE-FSPMI, dan SERBUK Indonesia; bertujuan untuk melakukan review dan update situasi terkini di sektor ketenagalistrikan dan ketenagakerjaan di Indonesia. Termasuk langkah dan strategi aksi serikat pekerja dalam menghadapi isu-isu terkini sektor ketenagalistrikan dan ketenagakerjaan, serta memperkuat posisi dan jaringan serikat pekerja.

Ketika mengupdate situasi umum dan diskusi ketenagalistrikan di Indonesia, Ketua Umum SP PLN M. Muhammad Abrar Ali, Ketua Umum SP PLN Persero mengatakan, privatisasi PLN memang tidak terjadi. Tetapi yang terjadi adalah privatisasi di sektor ketenagalistrikan.

“Apa yang diinginkan di UU 20/2002, akhirnya bisa terealisasi dalam format lain dalam UU 30/2009. Dan meskipun hal itu sudah diuji dalam Mahkamah Konstitusi, tetapi dihidupkan kembali di dalam UU Cipta Kerja,” tegasnya. Di sini terlihat, ada keinginan yang kuat untuk menghilangkan penguasaan negara agar listrik bisa diambil alih oleh pihak swasta. Hal ini sekaligus membuktikan, jika ketenagalistrikan sangat strategis dan sangat menjanjikan.

Dalam hal ini, MK sudah menyatakan bahwa penguasaan oleh negara meliputi kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Termasuk di dalamnya adalah digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran warga negara. Jika hanya dinikmati oleh segelintir orang, maka itu sama artinya listrik tidak dikuasai oleh negara.

Ketua Umum SP PJB Agus Wibawa menyampaikan, bergerak di sektor pembangkitan, seharusnya PJB memiliki bisnis yang gemuk. Tetapi tidak mendapatkan yang selayaknya. Bahkan yang terjadi, PJB disuruh menjalankan bisnis di luar pembangkitan, sedangkan mereka yang bukan dari pembangkitan, justru ramai-ramai masuk ke pembangkitan.

Akhirnya ada anggapan di beberapa pekerja, sebaiknya pindah ke IPP saja. Karena di sana kita akan digaji minimal 2 kali lipat. Itu juga yang kemudian menjadikan salah satu penyebab sulitnya mencari kader di dalam serikat pekerja. Mereka sudah berada di zona nyaman dan ada tawaran yang lebih nyaman,” kata Agus.

Dia berharap, serikat pekerja di PLN Group bisa menjadikan ini untuk mendorong terwujudnya ketahanan energi yang dikendalikan penuh oleh PLN. Karena saat ini lebih banyak IPP, sehingga kontrolnya menjadi tidak mudah.

Sekretaris Jenderal PP IP Andi Wijaya menegaskan, bicara tentang listrik, sejatinya berbicara tentang ketahanan energi dan kedaulatan. Kasus Nias, misalnya, mengkonfirmasi bagaimana negara tidak ada harganya di hadapan IPP ketika negara tidak menguasai listrik. Hal ini juga bisa kita lihat seperti yang terjadi dalam HET dalam minyak goreng. Sia-sia saja pengaturan HET, kalau barangnya tidak ada.

“Kemudian, bagaimana pentingnya listrik dalam strategi pertahanan negara? Melihat perang Rusia Vs Ukraina, yang disasar pertama adalah pembangkit listrik. Ketika tidak ada listrik, maka perekonomian akan lumpuh,” kanda Andy.

Sementara itu, Slamet Riyadi dari Sekretaris Umum SPEE-FSPMI dan Hepy Nur Widiamoko dari SERBUK Indonesia menyoroti Tenaga Ahli Daya (TAD) yang bekerja di sektor ketenagalistrikan.

Disampaikan, saat ini kesejahteraan mereka semakin berkurang. Upah mereka bukan hanya tidak naik. Dengan adanya Perdir 09, struktur upah mereka pun berubah. Belum lagi akibat berlakukan PP 36, yang menyebabkan secara riil tidak ada kenaikan upah.

Sementara itu, kebijakan PLN, sampai sekarang zero recruitment, termasuk untuk TAD. Banyak pekerja yang pensiun tidak bisa diganti baru. Dampaknya, pekerjaan bertambah banyak, karena pekerja harus mengerjakan pekerjaan buruh yang sudah pensiun. Belum lagi, jika ada pekerja yang kritis, senjata paling ampuh dari vendor agar TAD mengundurkan diri adalah mutasi ke daerah yang jauh.

“Dalam kondisi seperti ini, jangankan memikirkan soal privatisasi, memikirkan masalahnya sendiri saja sudah berat. Karena itu dibutuhkan kerja keras dari kita semua untuk memberikan pemahaman kepada TAD, bahwa permasalahan privatisasi adalah permasalahan mereka juga,” tegasnya.

Membangun kekuatan pekerja dalam serikat

Di tengah rasa lelah yang mendera setelah seharian bekerja, para pengurus SERBUK PLTU Sumsel 8  mengadakan diskusi dan penguatan pada tanggal 22 Januari 2021 yang melibatkan perwakilan berbagai vendor. Mereka belajar mengenai hak-hak dasar pekerja terkait jam kerja, upah minimum, dan status hubungan kerja menurut UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Agenda tersebut dilangsungkan di Mess Pekerja di lokasi PLTU Sumsel 8, Muara Enim, Sumatera Selatan.

Sefriyansah, Wakil Ketua SERBUK PLTU Sumsel 8 menjelaskan bahwa beban kerja yang berat merupakan hambatan bagi pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja.”Mereka lebih memilih untuk istirahat daripada belajar mengani hak-hak mereka di tempat kerja,” ujar Sefri.

Sementara, Tajudin yang memfasilitasi diskusi tersebut menjelaskan bahwa serikat pekerja menjadi alat utama untuk memperjuangkan hak-hak di tempat kerja, apalagi berbagai PLTU yang ada di Sumsel sebenarnya merupakan satu mata rantai yang saling terhubung. “Ada irisan keterkaitan antara PLTU Sumsel 1 dan Sumsel 8, sehingga kami harus saling bekerja sama,” tegas Tajudin.

Konsolidasi pekerja outsourcing PLN Solo Raya

Rabu, 13 Januari 2021, Bertempat di Tawangmangu, Karanganyar, Pengurus Harian Tetap SPLAS-SERBUK melakukan konsolidasi awal tahun. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas rencana kegiatan untuk setahun ke depan, seperti pendidikan, rencana PKB dan perluasaan keanggotaan, pertemuan ini juga menjadi ajang konsolidasi untuk mempersiapkan kontrak multiyears di akhir bulan Januari ini.

Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung juga menjadi perhatian para pengurus SPLAS karena anggota-anggota SPLAS yang bekerja di lapangan menghadapi resiko terpapar virus sangat tinggi, oleh karena perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan dari paparan virus, seperti mentaati protokol kesehatan setiap kali bekerja.

Setelah pertemuan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan pengambilan video untuk keperluan pembuatan film tentang perjuangan SPLAS: dari mulai membangun, menjaga, serta memperluas organisasi. Dan bagaimana orang-orang yang rela mengurangi waktunya bersama keluarga demi menjalankan aktifitas organisasi, rencananya juga akan menjadi bagian dalam film ini.

Sosial Dialog “Transformasi Energi Yang Adil”

Tanggal 9 November 2020, Federasi Serbuk menjadi penyelenggara kegiatan Sosial Dialog “Transformasi Energi Yang Adil” di Hotel Lotus Yogyakarta hari ini. Lebih dari 40 orang hadir dalam pertemuan ini, termasuk wakil dari SP PLN Persero Dhani Aji. Perjuangan untuk aksi iklim adalah pertarungan untuk menempatkan manusia dan planet diatas keuntungan.Selama bertahun-tahun, serikat pekerja kerja berfokus pada konsep Transisi yang Adil, tetapi mungkin isu ini belum menjadi isu serikat pekerja di Indonesia khususnya di sektor ketenagalistrikanTransisi yang adil ini adalah untuk memastikan bahwa pekerja dan masyarakat tidak terkena dampak negatif dalam peralihan dunia tanpa karbon, atau industri tanpa karbon.

Mengapa serikat harus bicara tentang hal ini? PSI dan SASK mendorong transisi ini untuk menjadi inisiatif bersama bagi serikat pekerja atau serikat buruh di sektor ketenagalistrikan, dalam hal ini, ada SPEE, SP PLN Persero, SP PJB, SERBUK, dan PPIP. Seperti kita ketahui, sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan energi fosil dalam bentuk, minyak, gas dan batubara.

Hal ini jelas merupakan tantangan yang berpotensi menjadi ancaman di sektor energi, yang tentunya diperlukan penanganan serius.Oleh karenanya, dialog sosial kita hari ini menjadi awal dari persiapan kita, khusus serikat pekerja sektor ketenagalistrikan untuk merencanakan transisi yang adil. Karena tuntutan masyarakat atas energi yang ramah lingkungan dan perubahan iklim menuntut transisi energi dilakukan secepat mungkin. Maka pekerja dan serikat pekerja harus terlibat aktif dalam proses ini, karena mereka terdampak langsung atas perubahan ini.

Narasumber dialog sosial ini adalah:

  1. Khamid Istakhori, Sekretaris Jenderal Federasi Serbuk
  2. Nanang Farid Syam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
  3. Arip Yogiawan, Ketua Kampanye dan Jaringan YLBHI Jakarta Baru Terbarukan di Indonesia

Local organisers: menguatkan anggota di tempat kerja

Demi menumbuhkan kekuatan serikat pekerja berbasis tempat kerja, beberapa kegiatan dilakukan langsung oleh pengurus DPC/PUK setempat melalui local organisers training/meetings. Kegiatan ini untuk penambahan pengetahuan dan ketrampilan guna meningkatkan kemampuan serikat pekerja agar mampu memobilisasi anggotanya ditingkat yang paling basis, tempat kerja.

Kegiatan dijalankan langsung oleh pengurus DPC/PUK karena merekalah yang paling tahu dan memiliki banyak kesempatan untuk mengenal karakter serikat dan anggota mereka di PUK tersebut, selain itu, kegiatan ini untuk mendorong tumbuhnya leadership yang berbasis akar rumput.

Bung Slamet Riyadi,Sekum SPEE-FSPMI, melaporkan 2 kegiatan local organiser di wilayah Sumbawa dan Karawang. Di Sumbawa, teman-teman SPEE – FSPMI dikoordinasi oleh Fauzan Mukarram Bajuber bersama dengan teman-teman yang bekerja di PCN, Paguntala Cahaya Timur, vendor PT PLN Wilayah Timur mengadakan pertemuan pada tanggal 11 Oktober 2020 untuk membahas UU Cipta Kerja dan strategi serikat dalam perjuangan mereka menolak UU tersebut.Lalu tanggal 7 November di Karawang, Saudara Iswanto Sanoed Chah Manoet bersama timnya memberikan pembekalan pendidikan dasar bagi para anggota baru di wilayah mereka. Anggota mereka adalah teman-teman dari HPI, Haleyora Powerindo.

Trainer of Trainer: Perjanjian Kerja Bersama

Bertempat di Hotel POP Sangaji Yogyakarta, Federasi SERBUK mengadakan pelatihan Training of Trainers Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Pelatihan yang akan diselenggarakan selama 2 hari pada 7-8 November 2020, diikuti oleh 30 peserta dari serikat pekerja anggota (SBA) yang berasal dari Yogyakarta, Semarang, Demak, dan Karawang.

Pelatihan ini, setidaknya memiliki dua tujuan, yaitu: memberikan bekal kepada peserta untuk memahami permasalahan PKB dan mendorong mereka untuk mampu memberikan pelatihan serupa kepada anggota di perusahaan.

Pada sesi pengantar, Khamid Istakhori sebagai fasilitator mengajak peserta untuk mendiskusikan PKB sebagai kepentingan para pekerja. Hubungan antara pekerja dengan pengusaha merupakan pertukaran kepentingan. Apa yang disebut dengan kepentingan? Kepentingan adalah sesuatu yang ingin kita dapatkan dan melebih hak-hak normatif. Setiap orang memiliki kepentingan dan akan berusaha untuk mendapatkannya. Baik pekerja dan pengusaha, masing-masing memiliki kepentingan. Mari kita pelajari, apa kepentingan pekerja dan apa kepentingan pengusaha. Kepentingan-kepentingan tersebut dirumuskan menjadi tuntutan yang disampaikan kepada pihak perusahaan untuk dirundingkan. Untuk mendapatkan hasil perundingan yang sesuai dengan tuntutan pekerja, tentu saja dibutuhkan serikat pekerja yang kuat. Melalui pelatihan ini, SERBUK berharap akan tercapai penambahan PKB di berbagai perusahaan.