Pasca Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja, Sub-Klaster Ketenagalistrikan Harus Ditangguhkan

Aksi ribuan buruh kali ini merupakan aksi yang bersejarah. Bukan saja karena bertepatan dengan pembacaan putusan judicial review UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi. Tetapi juga kehadiran buruh SP PLN Group yang terdiri dari Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (SP PLN), Persatuan Pegawari Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB).

Tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS), SP PLN Group terdepan dalam menyuarakan penolakan privatisasi listrik yang akan memberikan dampak buruk bagi buruh dan rakyat. Ini sekaligus menegaskan, tidak hanya klaster ketenagakerjaan saja yang bermasalah. Tetapi juga, salah satunya, sub klaster ketenagalistrikan.

Listrik adalah kebutuhan publik. Hajat hidup orang banyak yang harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, ketika UU Cipta Kerja membuka ruang adanya privatisasi, serikat pekerja harus berjuang melakukan penolakan.

Inilah yang disampaikan Ketua Umum SP PLN M Abrar Ali saat melakukan orasi dalam aksi pada hari Kamis (25/11) tersebut.

“Hari ini kita tanggalkan kerah putih dan kerah biru. Kita smua sama. Karena tugas serikat pekerja atau serikat buruh bukan hanya melindungi kepentingan pekerja dan anggotanya. Tetapi lebih daripada itu, yaitu untuk menjaga kepentingan bangsa dan negara,” kata Abrar.

Adalah tugas negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Mencerdaskan kehiduan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Maka hari ini kita berkumpul. Dari Aceh sampai Papua mendoakan kita yang hadir hari ini. Mendoakan Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi, agar UU 11/2020 dibatalkan,” tegasnya.

Dalam aksinya, massa buruh membentukan spanduk yang bertuliskan antara lain: “Akibat UU Cipta Kerja, Listrik Diswastakan”. “Tolak Privatisasi Listrik Negara Apapun Alasannya. Jangan Bikin Tambang Sengsara Rakyat”. “Stop Privatisasi Listrik Negara. Swastanisasi Listrik Negara Bertentangan Dengan UUD 1945. Merugikan Negara dan Menambah Miskin Rakyat.”

Sementara itu, ada beberapa hal penting yang termuat dalam amar putusan MK bernomor 91/PUU-XVIII/2020. Pertama, menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan”.

Kedua, menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini.

Ketiga, memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Keempat, menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali.

Kelima, menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Menyikapi putusan itu, Sekretaris Jenderal PP IP Andy Wijaya menganalogikan, bahwa MK mengatakan “UU Ciker seperti mobil yang membahayakan, untuk itu mobil ini akan dihancurkan bila dalam 2 tahun tidak diperbaiki.”

Hal inilah yang dijadikan legitimasi oleh Pemerintah yang mengatakan, kami sepakat kalo dalam 2 tahun mobil ini tidak diperbaiki maka akan dihancurkan. Tetapi selama diperbaiki, mobil ini masih berjalan dan bisa difungsikan.

Logikanya, kalau membahayakan, sebelum diperbaiki tidak boleh di gunakan. Untuk itu, langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah membuat citizen law suit kepada pemerintah bila dalam 2 tahun ini tetap melaksanakan UU Ciker dan turunannya.

“Kita tuntut perbuatan melawan hukum kepada Menteri yang menjalankan PP dan UU Ciker dalam 2 tahun kedepan, kalau perlu kita seret juga presiden nya, yang membiarkan menterinya mengekselusi UU Ciker dan PP nya,” tegasnya.

Presidium Gekanas Indra Munaswar menyampaikan, untuk menghindari dampak yang lebih besar terhadap pemberlakuan UU 11/2020 selama tenggang waktu 2 (dua) tahun tersebut Mahkamah juga menyatakan pelaksanaan UU 11/2020 yang berkaitan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas agar ditangguhkan terlebih dahulu, termasuk tidak dibenarkannya membentuk peraturan pelaksana baru serta tidak dibenarkan pula penyelenggara negara melakukan pengambilan kebijakan strategis yang dapat berdampak luas dengan mendasarkan pada norma UU 11/2020 yang secara formal telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat tersebut.

Menurut Indra, Frasa “tidak dibenarkannya membentuk peraturan pelaksana baru” mengandung 2 (dua) makna atau arti.

Pertama; Frasa tersebut dapat dimaknai, karena UU ini terbukti telah inskonstitusional (bersyarat), maka tidak boleh ada peraturan pelaksana baru yang dibuat berdasarkan perintah dari UU Cipta Kerja. Dengan demikian peraturan pelaksanaan yang baru terbentuk atas perintah UU Cipta Kerja otomatis tidak berlaku.

Kedua ; Frasa tersebut dapat dimaknai bahwa terhitung sejak putusan MK tersebut diucapkan maka tidak boleh ada pembentukan peraturan pelaksanaan yang baru. Sedangkan yang terlanjur sudah ada, tetap saja berlaku.

Untuk memahami putusan MK yang menyatakan agar menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja, harus dilihat pertimbangan MK yang dinyatakan pada butir 3.20.5, halaman 414 yang berbunyi berikut: Bahwa untuk menghindari dampak yang lebih besar terhadap pemberlakuan UU 11/2020 selama tenggang waktu 2 (dua) tahun tersebut Mahkamah juga menyatakan pelaksanaan UU 11/2020 yang berkaitan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas agar ditangguhkan terlebih dahulu, termasuk tidak dibenarkannya membentuk peraturan pelaksana baru serta tidak dibenarkan pula penyelenggara negara melakukan pengambilan kebijakan strategis yang dapat berdampak luas dengan mendasarkan pada norma UU 11/2020 yang secara formal telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat tersebut.

Dengan demikian sangatlah jelas bahwa MK tidak menginginkan berlakunya UU 11/2020 selama 2 (dua) tahun ke depan akan menimbulkan dampak yang lebih besar. Sehingga untuk menghindari munculnya masalah tersebut MK dengan tegas menyatakan bahwa pelaksanaan UU 11/2020 yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas agar ditangguhkan terlebih dahulu.

Pertanyaannya: Apa yang dimaksud oleh MK dengan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas? Bagi buruh, dimaksud dengan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas adalah segala pengaturan yang terkait dengan soal pengupahan, soal pekerja kontrak (PKWT), soal outsourching, soal pesangon, soal PHK, soal tenaga kerja asing, dan pengaturan mengenai hari kerja dan cuti. Termasuk di dalamnya adalah ketentuan di dalam sub klaster ketenagalistrikan yang memungkinkan listrik bisa diprivatisasi.

Oleh sebab itu, dengan mendasari pada pertimbangan hukum MK sebagaimana dinyatakan pada angka 3.20.5 dan amar putusan yang dinyatakan pada butir ke-7, buruh meminta agar seluruh pengaturan ketenagakerjaan seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2021. Penggunaan Tenaga Kerja Asing, PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 36 Tahun 2021 Pengupahan, PP No 37 Tahun 2021. Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan; dan PP Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral harus ditunda atau ditangguhkan pelaksanaannya.

Tidak hanya klaster ketenagakerjaan dan sub-kaster ketenagalistrikan sebagaimana tersebut di atas, kluster yang lain pun juga harus ditangguhkan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s